Bambang
Purnomo, Ir., MP. **
Abstrak
Organisme
pengganggu tanaman (OPT) mengganggu tanaman padi mulai dari awal masa
pertumbuhan sampai dengan panen dan pasca panen. Rata-rata produksi padi di Bengkulu masih
di bawah rata-rata produksi nasional yang salah satunya diakibatkan oleh faktor
pengendalian OPT-nya. Ada
tiga kelompok OPT yang sering ditempatkan pada status OPT utama atau dijadikan
sasaran utama di dalam pelaksanaan pengendalian OPT, yaitu yang endemik,
sporadik, dan migran. Pengendalian seyogyanya ditujukan
kepada adanya keseimbangan umum bukan mengandalkan pestisida kimia yang merusak
alam. Pengendalian menuju keseimbangan umum merupakan suatu sistem pengendalian
yang baik dimana tidak dari segi keampuhan membunuh atau mengusir OPT saja
melainkan juga memperhatikan aspek ekologis. Cara pengendalian seperti itu biasanya kita sebut
pengendalian hama-penyakit terpadu (PHPT). Hal yang terpenting dalam
pengendalian OPT adalah melakukan monitoring populasi hama dan kerusakan
tanaman sehingga penggunaan teknologi pengendalian dapat ditetapkan dan dimaksimalkan
usaha pencegahannya (preventif).
Pencegahan serangan OPT dan penciptaan keseimbangan umum hanya dapat terlaksana jika
unsur-unsur yang terlibat di dalamnya saling mendukung
* Disampaikan
pada Koordinasi Penanggulangan OPT/DPT Padi 27-28 Juni
2013 Prov. Bengkulu
** Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas
Bengkulu
Tanaman padi (Oryza
sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban
manusia. Padi merupakan sumber pangan utama, sebagian besar penduduk Indonesia
mengonsumsi olahan padi. Oleh karena itu budidaya tanaman padi dilakukan secara
besar-besaran di berbagai daerah di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan,
ketahanan, dan permintaan pangan. Usaha meningkatkan produksi padi
secara nasional sudah berjalan lebih dari 40 tahun dihitung sejak program Bimas
Gotong Royong yang diterapkan di kawasan pantura melalui teknologi tri usaha
tani berupa penggunaan varietas unggul PB5 dan PB8, pemupukan, dan penyemprotan
hama dari udara. Usaha tersebut berhasil meningkatkan produksi beras menjadi
11-12,5 juta ton pada era tahun 1960-an akhir sampai awal 1970-an pada panca
usaha tani. Sejak tahun 1989 dikembangkan program pengendalian hama terpadu
(PHT) dan program ini telah membawa Indonesia diakui oleh dunia internasional
karena berhasil mengembangkan pengendalian terpadu padi. Tahun 1998 Indonesia
mengalami reformasi politik sehingga pengendalian terpadu yang programnya di
titipkan kepada program Bimas seakan mati suri dan sampai sekarang (2013)
tampaknya belum siuman. Hal ini mengakibatkan kecenderungan pengendalian hama
dan penyakit padi menjadi kurang terkoordinasi.
Organisme pengganggu
tanaman (OPT) yang mengganggu tanaman padi cukup menonjol sejak awal masa
pertumbuhan sampai dengan menjelang panen bahkan pasca panen. Gangguan atau
serangan pada setiap tahap pertumbuhan tanaman padi akan berpengaruh pada
tingkat yang berbeda-beda mulai dari penurunan hasil sampai puso. Oleh karena
itu kita mesti jeli dalam memperhatikan peran-peran OPT di daerah kita
masing-masing tentang status OPT-nya. Di dalam makalah ini saya hanya membatasi
hama dan organisme penyebab penyakit yang dibahas sebagai OPT tanaman padi,
sedangkan gulma sebagai OPT tanaman padi mungkin akan dibahas di lain makalah
dan lain penulis.
Meskipun dalam satuan luasan yang relatif
sempit, akhir-akhir ini di provinsi Bengkulu muncul hama yang outbreak di
pertanaman padi dan mungkin penyakit yang kurang termonitor. Sebagai contoh
bulan Juni 2012 hama wereng menyerang tanaman padi di
desa Tunggang kecamatan Lebong Utara warga mengeluh akibat racun yang disemprotkan tidak mempan. Bulan Februari 2013 terdapat lebih dari 40 hektare padi sawah milik
petani di desa Taba Terunjam, Kecamatan Karang Tinggi, Kabupaten Bengkulu
Tengah diserang ulat gerayak dan tiga bulan yang lalu (Maret 2013) puluhan hektare tanaman padi di desa
Kota Baru Kecamatan Uram Jaya, Lebong diserang hama ulat putih. Sedikit contoh
tersebut mengingatkan kepada kita semua bahwa kita mesti waspada dan
berkoordinasi untuk mengendalikannya dengan prioritas mencegah kerugian petani.
Menurut BPS pertanian tahun 2010, produksi padi di Bengkulu sebanyak 516 868 ton dari luasan
panen hasil 133.629 ha. atau rata-rata produksinya 3,9 ton/ha yang di bawah
rata-rata produksi nasional 5 ton/ha. Rendahnya rata-rata produksi padi di
Bengkulu dapat juga diakibatkan oleh faktor pengendalian OPT-nya.
Kalau boleh saya
meminjam istilah epidemiologi penyakit tanaman, ada tiga kelompok OPT yang
sering kita tempatkan pada status OPT utama atau dijadikan sasaran utama di
dalam pelaksanaan pengendalian OPT. Kelompok pertama OPT yang terdapat merata dan terjadi terus menerus di setiap musim
tanam (endemik), kedua OPT yang hanya terdapat di sana-sini dan kurang
meningkat (sporadik)
tetapi
akan sangat meningkat jika dipicu oleh
lingkungan mencekam dan ketiga adalah OPT migran yang di daerah asal
menimbulkan outbreak (epidemi).
Contoh OPT endemik misalnya Helmintosporium oryzae atau Desclera oryzae
penyebab penyakit bercak coklat dan wereng coklat (Nilaparvata lugens), Contoh OPT sporadik misalnya jamur Pyricularia
oryzea penyebab penyakit blast, Ulat grayak (Spodoptera mauritia), ulat putih (Nymphula depunctalis), tikus sawah (Rattus argentiventer), tikus semak (R exulans) dan walang sangit (Leptocorisa
acuta), sedangkan contoh OPT migran misalnya keong mas (Pomace
canaliculata), bakteri daun bergaris (Leaf streak Xanthomonas
oryzae pv. oryzicola).
Pengendalian yang ditujukan kepada adanya keseimbangan umum
merupakan jawaban dari segala permasalahan yang kompleks dalam masalah hama dan
penyakit tanaman padi yang selama ini pengendaliannya masih banyak mengandalkan
pestisida kimia yang merusak alam. Pengendalian menuju keseimbangan umum
merupakan suatu sistem pengendalian yang baik dimana tidak dari segi keampuhan
membunuh atau mengusir OPT saja melainkan juga memperhatikan aspek ekologis.
Pertanyaan petani yang berhubungan dengan “racun apa yang dapat mengendalikan
hama X dan penyakit Y ?’ atau rekomendasi PPL yang menganjurkan penggunaan
pestisida tertentu untuk menjawab pertanyaan petani tersebut merupakan bukti
bahwa pengendalian hama dan penyakit sampai sekarang masih mengandalkan aspek
membunuh pengganggu yang kurang mempertimbangkan aspek ekologisnya. Berikut ini
adalah beberapa OPT yang sering dijadikan sasaran utama pengendalian OPT
tanaman padi.
1. Penyakit
blas (Pyricularia grisea) gejalanya dapat timbul pada daun, batang, malai,
dan gabah, tetapi yang umum adalah pada daun dan pada leher malai. Gejala pada
daun berupa bercak-bercak berbentuk seperti belah ketupat dengan ujung runcing.
Pusat bercak berwarna kelabu atau keputih-putihan dan biasanya memmpunyai tepi
coklat atau coklat kemerahan. Gejala penyakit blas yang khas adalah busuknya
ujung tangkai malai yang disebut busuk leher (neck rot). Tangkai malai
yang busuk mudah patah dan menyebabkan gabah hampa. Pada gabah yang sakit
terdapat bercak-bercak kecil yang bulat.Tingkat keparahan penyakit blas
sangat dipengaruhi oleh kelebihan nitrogen dan kekurangan air. Oleh karena itu
pengendalian blast yang berkaitan dengan pencegahan dapat dilakukan dengan
pemupukan yang seimbang dan mengatur kebutuhan air oleh tanaman. Patogen blast
sangat mudah membentuk ras baru sehingga pengendalian dengan penggunaan
varietas yang semula tahan akan menjadi rentan setelah ditanam beberapa musim
dan varietas yang tahan di satu tempat mungkin rentan di tempat lain.
2. Penyakit
bercak daun coklat disebabkan oleh jamur Helminthosporium oryzae atau Desclera oryzae bergajala
khas yaitu bercak coklat pada daun berbentuk oval yang merata di permukaan daun
dengan titik tengah berwarna abu-abu atau putih. Bercak yang masih muda
berwarna coklat gelap atau keunguan berbentuk bulat. Pada varietas yang peka
panjang bercak dapat mencapai panjang 1 cm. Pada serangan berat, jamur
dapat menginfeksi gabah dengan gejala bercak berwarna hitam atau coklat gelap
pada gabah.Perkembangan penyakit sangat erat
hubungannya dengan keadaan hara tanah khususnya nitrogen, kalium, magnesium,
dan mangan, sehingga penyakit ini dapat lebih berkurang jika tanaman dipupuk
dengan pupuk mikro.
3. Penyakit
bercak daun cercospora sering disebut bercak coklat sempit (narrow brown
leaf spot) disebabkan oleh jamur Cercospora oryzae. Penyakit
bercak daun cercospora merupakan penyakit yang sangat merugikan terutama
pada sawah tadah hujan. Gejala penyakit timbul pada daun berupa
bercak-bercak sempit memanjang, berwarna coklat kemerahan, sejajar dengan ibu
tulang daun, dengan ukuran panjang kurang lebih 5 mm dan lebar 1-1,5 mm. Banyaknya
bercak makin meningkat pada waktu tanaman membentuk anakan. Pada serangan yang
berat bercak-bercak terdapat pada upih daun, batang, dan bunga. Pada saat
tanaman mulai masak gejala yang berat mulai terlihat pada daun bendera dan
gejala paling berat menyebabkan daun mengering. Infeksi yang terjadi pada
pelepah dan batang meyebabkan batang dan pelepah daun busuk sehingga tanaman
menjadi rebah. Pengendalian penyakit bercak daun
cercospora diprioritaskan dengan penanaman varietas tahan dan perbaikan kondisi
tanaman melalui keseimbangan pemupukan N, P, dan K.
4.
Wereng
hijau (Nephotettix virescens) umumnya
tidak langsung merusak tanaman padi, tetapi bertindak sebagai penular atau
vektor penyakit virus tungro.
5.
Wereng
coklat (Nilaparvata lugens) memiliki tingkat
kemampuan reproduksi yang tinggi jika keseimbangan populasinya terganggu oleh
penanaman varietas peka, perubahan iklim (curah hujan), maupun kesalahan
aplikasi insektisida yang menyebabkan resurjensi hama. Pengendalian wereng
coklat harus dimulai sebelum tanam. Di daerah endemis wereng coklat, pada musim
hujan harus ditanam varietas tahan wereng coklat. Gunakan berbagai cara
pengendalian, mulai dari penyiapan lahan, tanam jajar legowo dan penggunaan
insektisida.
6.
Walang sangit (Leptocorisa
acuta) hanya
menyerang tanaman yang sudah berbulir dengan cara menghisab butir-butir
padi yang masih sangat muda. Biji yang sudah dihisap akan menjadi hampa atau
agak hampa, yang kemudian kulit biji
akan berwarna kehitam-hitaman. Faktor yang mendukung yang mendukung
populasi walang sangit antara lain sawah sangat dekat dengan hutan atau semak
dan populasi gulma di sekitar sawah cukup tinggi.Pengendalian
pencegahannya dilakukan penangkapan menggunakan unmpan bangkai
(kepithing, katak, tikus dll) pada saat tanaman menjelang bunting.
7.
Keong
mas (Pomace canaliculata) merupakan
hama baru yang penyebarannya cukup luas. Kerusakan terjadi ketika tanaman masih
muda karena mereka memotong pangkal batang. Pengendalian yang efektif adalah
dengan mengambilnya beserta kumpulan telornya
dari lahan selagi populasinya masih rendah.
8.
Ulat
grayak (Spodoptera litura)
merupakan hama perusak daun yang mempunyai kisaran inang yang luas. Tanaman
inangnya antara lain jagung, tomat, kapas, tembakau, padi, kakao, jeruk, ubi
jalar, kacang tanah, jarak, kedelai, kentang, dan kubis. Pengendalian ulat grayak agak sulit dilakukan
karena seringkali serangan terjadi secara mendadak dan tidak diduga sebelumnya.
Untuk mengendalikan ulat grayak diantaranya yaitu dengan pengendalian secara
mekanis dan fisik yaitu dengan mengumpulkan kemudian membinasakan kelompok
telur dan ulat yang ada di pertanaman. Pengambilan ini jangan sampai terlambat,
sebab apabila ulat telah besar mereka akan bersembunyi di dalam tanah.
9.
Penggerek
batang merusak tanaman padi pada berbagai fase pertumbuhan. Umumnya ada 4 jenis
penggerek batang padi, yaitu penggerek batang padi kuning (Tryporyza incertulas), penggerak batang padi bergaris (Chilo suppressalis), penggerek batang
padi putih (Tryporyza innotata), dan
penggerek batang padi merah jambu (Sesamia
inferens). Kerusakan tanaman yang diakibatkan oleh semua jenis hama
penggerek batang adalah sama, yaitu matinya pucuk tanaman pada stadia vegetatif
(sundep) dan malai yang keluar hampa pada stadia generatif (beluk). Pengendalian mekanis dapat dilakukan
dengan penangkapan ngengat jantan dengan memasang perangkap feromon, mengambil
kelompok telur pada saat tanaman berumur 10-17 hari setelah semai, karena hama
penggerek batang sudah mulai meletakkan telurnya pada tanaman padi sejak di
pesamaian.
10.
Serangan tikus sawah ( Rattus argentiventer) dan tikus semak (R
exulans) dapat terjadi sejak di pesemaian, pertanaman sampai
pasca panen. Perkembangbiakan tikus mulai terjadi saat primordial dan terus
berlangsung sampai fase generatif. Tikus jantan siap kawin pada umur 60 hari,
sedangkan tikus betina siap kawin pada umur 8 hari. Masa bunting berlangsung
selama 19-23 hari. Dua hari setelah melahirkan, tikus betina mampu kawin lagi. Untuk kelangsungan hidupnya, tikus
memerlukan pakan, air dan tempat persembunyian. Pengendalian tikus harus sudah
dilaksanakan pada saat tanaman padi di persemaian sampai anakan maksimum.
Penanaman tanaman perangkap yang dipasangi bubu merupakan usaha
pencegahan (preventif) yang baik. Untuk
setiap + 10 ha dapat diwakili satu petak tanaman perangkap ukuran 20 m x
20 m.
Kesimpulan
- Pelaksanaan pengendalian OPT tanaman padi semestinya lebih memprioritaskan aspek pencegahan dari pada memberantasnya.
- Di dalam sistem budidaya tanaman padi semestinya mengarah kepada penciptaan lingkungan yang tidak nyaman bagi OPT dan melakukan monitoring populasi hama dan kerusakan tanaman, sehingga ke masa depan tidak lagi mengandalkan pembunuhan OPT.
- Pencegahan serangan OPT dan penciptaan lingkungan tak nyaman untuk OPT hanya dapat terlaksana jika unsur-unsur yang terlibat di dalamnya saling mendukung, misalnya antara masyarakat petani, PPL, dan kebijakan Pemerintah.
____________________BP®_____________________
Tidak ada komentar:
Posting Komentar