1. Di
segala hal jangan terlalu bisa (sok tau) untuk memastikan, sebab banyak
kejadian yang sangat banyak penyabab faktor kejadiannya yang dapat menyebabkan
hal yang tak terduga efek samping dari hal tersebut. Seperti sebuah kata bijak
yang pernah ada,”(bahwa) yang disebut manusia itu memang kewajibannya untuk
selalu berusaha, akan tetapi kepastian adalah (tetap) selalu di tangan Tuhan
yang Maha Tau (Allah)”. Jadi, tidak semestinya kalau manusia itu mengetahui
ha-hal yang belum terjadi, kalaupun dapat (kesempatan) untuk mengetahuinya
sebaiknya tidak diberitahukan kepada setiap orang secara jelas dan gamblang,
sebab ketika digunakan untuk keperluan yang tidak baik akan mencelakakan yang
memberi tahukan dan yang diberitahu
2.
Bertingkah
laku dengan mengedepankan kesabaran itu diibaratkan sebuah hal yang sangat
indah dalam sebuah kehidupan, sama seperti sebuah perkataan yang umum diucapkan
: “(berlaku) sabar itu adalah jalan utama untuk mendapatkan jalan surga”, yang
dimaksud disini adalah ketentraman dan kedamaian (dalam menjalani kehidupan)”.
Sabar, adalah “seperti” kemampuan untuk membawa segala macam percobaan dalam
menjalani kehidupan yang akan dapat untuk mendewasakan diri. (akan tetapi
kesabaran itu) juga bukan berarti tidak mempunyai pengaharapan di kerenakan
“tidak berdaya lagi” untuk berjuang demi sebuah harapan, Lawan katanya (adalah)
malah terlalu besar dalam sebuah harapan dan (berharap) seolah olah mampu untuk
mendapatakan apa saja yang ada di dunia ini (tanpa disertai rasa mawas diri dan
kesabaran)
3.
Keadaan
di dunia ini tidak ada yang tetap abadi, selalu berubah dan bergerak, Jikalau
dirimu kebetulan “mempunyai” harta kekayaan dan “sedang menjabat”
(jabatan/berpangkat dalam sebuah pekerjaan) jangan terus merubah kebiasaan
dengan tidak menghargai orang lain (menganggap remeh orang lain), selalu mengedepankan
(kemampuan) kekuasaannya untuk berbuat se-mau gue kepada setiap orang tanpa mau
menghiraukan orang lain, Ingat (kepastian dari Sang Pencipta) kalau kekayaan
itu mudah sekali jalannya untuk hilang, Jabatan sewaktu waktu juga dapat tidak
kita jabat lagi (sebab jabatan itu adalah titipan)
4.
Alangkah
bagusnya ketika orang yang lagi mendapatkan “keberuntungan” dan mendapat
“kebahagiaan” itu selalu tetap ingat dan selalu bersyukur kepada yang Maha
Mamberi. Selalu ingatlah (kepada kesabaran / “kebijaksanaan”/ “jalan utama
menuju surga”) jika selalu berbuat seperti itu, selain dapat untuk menghilankan
sifat (watak) sombong juga dapat menerangkan pada diri kita sebuah rasa ikut
merasakan perasaan bahwa manusia itu di lahirkan di alam dunia fana ini
sebenarnya hanya menjadi “jalan” atau sebab untuk selalu menolong dan membantu
kepada semua hal yang menjadi ciptaan Sang Semesta. (selalu) mengendalikan
segala kesusahan/kesengsaraan. Jika ini dilakukan terus-menerus maka akan
memelihara kedamaian Dunia (memayu hayuning bawana)
5.
Janganlah
selalu menonjol nonjolkan segala macam kelebihan anda, apalagi selalu
memamerkan kekayaan dan kepandaian anda, hasilnya perbuatan seperti itu hanya
membuat dirimu menjadi cibiran orang lain dan dianggap tidak penting gitu
hloo…. Lebih baik ikutilah perilaku dari tanaman padi, padi yang berisi pasti
merunduk (maksudnya adalah mengedepankan sopan dan santun), padi yang belum
merunduk menandakan bahwa padi tersebut kosong tanpa isi pada bulir padinya
(kesombongan sebenarnya adalah keinginan untuk selalu diakui orang lain tanpa
adanya penghargaan kepada orang lain)
6.
“Merasa
serba punya (rumangsa
sarwa duwe)” dan ‘serba punya rasa
(sarwa duwe rumangsa)’, itu kalau ditulis jelas hanya di bolak balik
saja, akan tetapi sebenarnya artinya berbeda jauh ibaratkan bumi dan langit. Kalimat
yang pertama menjelaskan sifat yang selalu menonjolkan, sombong bengis dalam
segala perbuatannya, jika ingin mencapai sesuatu keinginan selalu mengunakan
berbagai macam cara, semua perbuatan yang tecelapun dilakukannya untuk
mendapatkan keinginannya. Sedang kalimat yang kedua artinya adalah penuh dengan
belas kasih, (mengutamakan) kebijaksanaan di setiap perilaku, merasa berdosa
jikalau melakukan perbuatan yang membuat orang lain
tersakiti/kecewa/sedih/rendah diri dll.
7.
Walaupun
besi itu pada kenyataannya memang keras, akan tetapi jika sudah “terkena” karat
akan menipis dan habis. Begitu juga yang berlaku pada manusia yang terkena
persaan iri hati, hatinya sedikit demi sedikit bakalan menipis, selalu merasa
bahwa dia selalu tidak mendapatkan keberuntungan, sehingga kehilangan semangat
dan daya juangnya untuk bekerja dan berkarya, hasilnya akhirnya hatinya menjadi
kecil dan kehabisan harapan (dalam membangun impiannya)
8.
Jikalau
anda secara badaniah dan rohaniah (ingin) tetap mendapatkan kesehatan dan
kesalamatan, selalu ingatlah dua perkara ini :
a. Selalu untuk menjaga/mencermati
segala hal yang sifatnya informasi yang kita terima dari orang lain, dicermati
dan dperitimbangkan lebih dahulu kebenaran dari informasi tesebut, sehingga
kita tidak salah dalam mempercayai sebuah informasi yang di berikan kepada
kita, sebab kesalahan dalam mendapatkan informasi dapat menyebabkan kita
menjadi (berbuat) salah dan menyimpang.
b.
Biasakan
untuk berpikir lebih dulu tentang segala hal yang akan anda ungkapkan. Inti
pointnya adalah pikirkanlah lebih dahulu dengan sebaik baiknya apa yang akan
anda sampaikan, jangan sampai penyampaian anda membuat anda tidak disukai orang
lain dikarenakan penyampaian anda membuat sakit hati orang lain, maka sebaiknya
pertimbangkanlah dahulu segala sesuatunya. Jikalau tidak ada manfaatnya (bagi
kita dan orang lain), lebih baik jangan (diteruskan) sebab bila diteruskan akan
mendapatkan caci maki dari orang lain.
9.
Walau
disembunyikan serapi apapun, jika orang itu
sudah dikodratkan dan sudah datangnya “waktu” dari kodrat tersebut (atau
pun) ajal (waktu kematian), tidak akan dapat dihindari. Hal ini memberikan
sebuah peringatan kepada kita (semua), kalau manusia itu tidak mempunyai kuasa
terhadap badan (pertumbuhan tubuh manusia) dan umur (nyawa manusia). Apalagi
yang berbentuk barang (diluar tubuh manusia) yang hanya merupakan sebuah
titipan contohnya seperti derajat, pangkat yang tinggi, (penilaian orang lain)
keluhuran (perbuatan kita), kekayaan/harta benda, dan posisi penting (yang dia
miliki). Oleh sebab itu janganlah takabur (berpikir semuanya mampu dilakukan
sendiri), sombong terhadap kemampuan yang dimiliki dan memandang rendah orang
lain yang tidak mengerti, Sebab masih ada penguasa segalah hal (Sang Semesta)
yang lebih berkuasa terhadap hal apa pun.
10. Minum dan makan yang berlebihan
dan tidak memilih jenisnya dapat mendatangkan mala petaka. Oleh karena itu
kendalikan keinginan makan dan minum yang seprti itu yang sekaligus sebagai
usaha mencegah kerusakan fisik dan psikis. Usaha yang tepat yaitu berpuasa yang
dapat berfungsi sebagai pencegahan (berbedak sebelum benjol, menghindar sebelum
ketemu petaka
11. Mempercayai sebuah informasi jika
tidak dicermati terlebih dulu pasti akan dapat menyebabkan bencana (diakibatkan
kesalahan pemahaman kita). Oleh sebab itu menahan diri untuk tidak gampang
terpikat pada sebuah informasi yang tidak jelas kebenarannya, sudah termasuk
cara dalam mencegah kesalahan kita dalam berpikir dan bertindak. Gunakanlah
cara yang baik untuk mendapatkan sebuah informasi yang benar, cara tersebut
adalah menahan diri untuk tidak gampang mempercayai sebuah informasi ketika
kita sendiri tidak dapat/mampu membuktikannya, memperbanyak informasi (wawasan
yang lain) sebelum kita mempercayai informasi tersebut, melakukan perbuatan
untuk tidak mempercayai sebuah informasi ketika kita mempertimbangkan dengan
masak yang disertai alasan-alasan yang jelas bahwa informasi tersebut akan
menjerumuskan kita kepada sebuah hal yang salah.
12. Ingatlah bahwa kemakmuran, rasa nyaman dan
kenikmatan seperti yang dirasakan oleh sebagian orang-orang kaya materi sebenarnya
adalah di dapat dari memeras jerih payah rakyat banyak yang di bawah batas
ambang kemiskinan.
13. Yang disebut manusia yang sudah mendapatkan
“kedewasaan yang sejati”, yaitu manusia yang benar benar (secara jasmani dan
rohani) menghadap pada jalan Ilahi (jalan kebenaran) (jalan kebahagian Abadi)
(jalan yang sudah di kodratkan oleh Tuhan yang Menciptakan segala hal). Manusia
yang seperti itu adalah manusia yang mengerjakan segala sesuatu dengan hati
tulus, kesemuanya (pekerjaan dan perilaku manusia tersebut) hanya karena
kecintaannya kepada Sang Semesta/ Sang Pencipta Segala Hal (Allah). Tidak
pernah (merasa) berkecil hati, kalau pun (merasa) kecewa, hal itu disebabkan
karena perilaku dirinya sendiri yang dia anggap mengecewakan. Namun demikian,
sebenarnya hasil perbuatannya dapat membuat “perbaikan” (perubahan kearah yang
baik) yang dapat dirasakan oleh semua hal/bentuk sesama ciptaan Sang Maha
Pencipta. Sebaliknya manusia yang
menjalakan (memamerkan) segala perbuatan-perbuatan baiknya disebabkan karena
ingin dipuji/dihargai oleh orang lain, itu adalah tanda bahwa manusia tersebut
melakukan segala hal bukan kerena kecintaannya kepada Sang Maha Pemberi.
14. Melakukan segala hal yang bersifat mendekatkan
diri kepada Sang Pencipta itu sebaiknya jangan “hanya” dipakai untuk supaya keinginanmu
terpenuhi/tercapai, tetapi (sebaiknya) lakukanlah hal tersebut (mendekatkan
diri kepada Sang Pencipta) hanya karena anda ingin merasa dekat dengan Sang
Pencipta. Sebab biasanya orang yang “hanya” meminta keinginannya saja kepada
Sang Pencipta dengan “jalan” meminta terus menerus (hanya dikarenakan
keuntungan pribadi), kemudian terkabul/ terlaksana keinginannya, biasanya orang
tersebut menjadi meremehkan segala hal tentang ketentuan dan kebikjaksanaan
Sang Pencipta. (dapat) Disebut masih (ber)untung (sebab cuman menganggap segala
hal mudah) jika tidak orang tersebut bukan hanya menganggap segala hal mudah
akan tetapi justru terjerumus pada sikap sombong senang meremehkan kepada
segala hal ciptaan dari Sang Pencipta.
15. Ada sebagian komunitas (orang) yang mempunyai
anggapan bahwa meminta pertolongan Sang Pencipta Segala Hal itu tidak ada
gunanya (tidak ada manfaatnya). Disebabkan Sang Pencipta itu Maha Adil dan Maha
Mengerti sehingga tidak akan memberikan/mengabulkan “permintaan” manusia
manusia yang tidak pantas untuk diberikan/dikabulkan permohonannya. Akan tetapi
sepertinya orang-orang seperti itu mungkin lupa kalau Sang Pencipta Segala Hal
tersebut Maha (ber)Belas dan Maha (peng)Asih. Ada juga sebagian komunitas
(orang) yang tidak percaya kepada adanya Sang Pencipta Segala Hal, (hal itu
sama saja) seperti tidak mempercayai kepada “perjalanan” dia sendiri sampai dia
dilahirkan ke dalam alam fana ini. Akan tetapi biasanya orang orang seperti itu
bila terbentur masalah besar dan pikirannya sudah buntu, biasanya justru tumbuh
dari dalam hatinya kalau “Sang Maha Penguasa Segala Hal” itu ada dan kemudian
memohon “sesuatu” kepada Nya.
16. Orang yang terbiasa berlatih membersihkan hati
kepada focus yang “murni” pada saat hatinya tenang, setahap demi setahap dan
dilalui dengan tekun dan terus menerus, (kemudian) dikeranakan kebiasaan yang
dilatihnya, orang tersebut akan dapat membersihkan hati juga disaat hati kalut
dan bingung, dan ketika “dapat” (melakukan membersihkan hati disaat hati kalut
dan bingung) kemudian terbiasa yang disebabkan dilatih secara terus menerus,
maka orang tersebut akan “dapat” membersihkan hati dimana saja dan dalam
kondisi apa pun. Sebab semua “hal itu” (membersihkan hati) adalah sebuah “cara”
yang harus dilakukan berulang ulang dan dijadikan sebuah kebiasaan, sebuah cara
berlatih (dengan) bersungguh sungguh dan menghilangkan sebuah “rasa” bosan
(pada diri kita). Dengan cara tersebut semua hal yang tadinya terasa sulit dan
berat akan hilang/musnah. Kesemuanya itu tidak ada bedanya kalau kita ingin
berbuat sebuah hal yang “luhur” (baik), haruslah dengan cara berlatih terus
menerus menghilangkan rasa/perasaan bosan (pada diri kita).
17. Ketika
disaat malam hari kemudian kita melihat ke angkasa yang terang, kita akan melihat
sepenggal dari penampakan alam, gemerlap langit yang diterangi oleh banyaknya
bintang-bintang yang berkedip, bintang besar dan bintang kecil seperti sudah
tertata tempatnya, angin berhembus sepoi sepoi menggerakkan pepohonan dan
dedaunan yang membawa harumnya bau berbagai macam bunga. Yang seperti itulah
sebenarnya yang dapat menimbulkan sebuah rasa perasaan yang tentram di dalam
bathin kita. Lebih dari itu, apa hal seperti itu tadi dapat menggerakkan kita
terhadap ke agungan Yang Maha Agung yang sudah menata segala hal tersebut?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar