Jumat, 05 April 2019

Togog, Semar, dan Batara Guru, mahabarata versi Jawa ?


Tersebutlah Sanghyang Wenang yang merupakan seorang  dewa senior dalam tradisi pewayangan jawa. Ia dianggap sebagai leluhur Bathara Guru,  pemimpin Kahyangan Suralaya. Ia sendiri bertempat tinggal di Khayangan Awang-awang Kumitir. Kisah kehidupan Sanghyang Wenang yang diangkat dalam pentas pewayangan antara lain bersumber dari naskah Serat Paramayoga yang disusun oleh pujangga Ranggawarsita.   Serat Paramayoga merupakan karya sastra berbahasa Jawa yang isinya merupakan perpaduan unsur Islam, Hindu, dan Jawa asli. Tokoh Sanghyang Wenang misalnya, disebut sebagai leluhur dewa-dewa Mahabharata sekaligus keturunan dari Nabi Adam. Sanghyang Wenang merupakan putra Sanghyang Nurrasa, putra Sanghyang Nurcahya, putra Nabi Sis, putra Nabi Adam. Ia memiliki seorang kakak bernama Sanghyang Darmajaka dan seorang adik bernama Sanghyang Pramanawisesa. Setelah dewasa, Sanghyang Wenang mewarisi takhta Kahyangan Pulau Dewa dari ayahnya.
Sanghyang Wenang dipuja bagaikan Tuhan oleh para penduduk Pulau Dewa yang saat itu kebanyakan dari bangsa roh. Hal ini didengar oleh Nabi Sulaiman pemimpin Bani Israel. Para pengikut Nabi Sulaiman mendesak supaya Sanghyang Wenang diberi hukuman. Nabi Sulaiman pun mengirim panglimanya yang bernama Roh Sakar untuk menyerang Pulau Dewa.  Roh Sakar tiba di tujuannya. Namun justru dirinya yang berhasil dikalahkan oleh Sanghyang Wenang. Roh Sakar dikirim balik untuk mencuri rahasia kesaktian Nabi Sulaiman, yaitu Cincin Maklukat gaib mukzizat pemberian Tuhan. Setelah berhasil mencuri cincin tersebut, Roh Sakar kembali ke Pulau Dewa, namun cincin tercebur jatuh ke dasar laut. Pulau Dewa tempat Sanghyang Wenang dipasangi tumbal oleh nabi Sulaiman, sehingga meledak dan hancur menjadi pulau-pulau kecil. Sanghyang Wenang sendiri bahkan sampai mengungsi ke dasar laut
Beberapa tahun kemudian setelah Nabi Sulaiman meninggal, Sanghyang Wenang pun muncul kembali dan membangun kahyangan baru di Gunung Tengguru. Sang Hyang Wenang Menikah dengan Dewi Sahoti (Dewi Sati), putri Prabu Hari Raja dari negara Keling. Dari Perkawinan tersebut, ia memperoleh lima putra, yang semuanya berwujud akyan (roh). Anak mereka tersebut masing-masing bernama Sang Hyang Tunggal, Dewi Suyati, Batara Nioya, Batara Herumaya, dan Batara Senggana.
Setelah dewasa, Sang Hyang Tunggal tak berbeda dengan sang ayahnya. Sang Hyang Tunggal pun gemar berkelana dan melakukan puja semedi, bertapa ditempat-tempat yang keramat pula angker, dipuncak gunung yang teramat sunyi senyap atau didalam gua-gua yang yang teramat gelap. Sanghyang Tunggal ingin sekali memiliki anak yang bisa berbadan jasmani juga rohani, sehingga kelak bisa menjadi pemimpin Triloka, atau tiga alam, yaitu alam atas, alam tengah, dan alam bawah. Dengan demikian, para dewa tidak hanya memimpin bangsa roh saja, tetapi juga mampu memimpin umat manusia seperti Nabi Suleman, tokoh yang telah mengalahkan ayahnya. Maka, ia pun memutuskan untuk pergi bertapa demi mencapai keinginan tersebut. Untuk selanjutnya, takhta Kahyangan Keling diserahkan kepada Sanghyang Rudra yang kemudian bergelar Sanghyang Darmadewa.
Sanghyang Tunggal kemudian berpamitan kepada sang istri, yaitu Dewi Darmani untuk pergi bertapa mewujudkan cita-citanya. Dewi Darmani mengizinkan serta merelakan Sanghyang Tunggal jika harus menikah lagi demi mendapatkan anak yang berbadan jasmani dan rohani. Sanghyang Tunggal pun mengajak istrinya untuk berserah diri kepada Tuhan semoga mendapatkan jalan yang terbaik. Setelah dirasa cukup, Sanghyang Tunggal lalu berangkat meninggalkan Kahyangan Keling dan bertapa di tepi pantai dengan duduk di atas batu karang
Tersebutkah raja roh berwujud kepiting dari Kerajaan Teleng samodra, bernama Prabu Rekatatama. Ia memiliki seorang putri cantik bernama Dewi Rekatawati yang telah bermimpi menikah dengan seorang dewa bernama Sanghyang Tunggal. Demi untuk mewujudkan mimpi putrinya itu, Prabu Rekatatama pun berangkat mencari keberadaan Sanghyang Tunggal. Prabu Rekatatama berhasil menemukan Sanghyang Tunggal yang bertapa di tepi pantai. Ia berusaha membangunkan calon menantunya itu namun tidak berhasil. Bahkan, daya perbawa Sanghyang Tunggal justru membuat Prabu Rekatatama terlempar dan jatuh pingsan. Setelah sadar dari pingsan, Prabu Rekatatama kemudian mengheningkan cipta, mengerahkan kesaktiannya untuk membawa pergi Sanghyang Tunggal dengan cara gaib.
Sanghyang Tunggal terbangun dari tapa dan terkejut karena tahu-tahu dirinya sudah berada di dalam keraton bawah laut. Di hadapannya sudah ada seorang raja roh kepiting dan putri cantik, yang tidak lain adalah Prabu Rekatatama dan Dewi Rekatawati. Prabu Rekatatama menyampaikan maksudnya untuk melamar Sanghyang Tunggal sebagai suami putrinya. Sanghyang Tunggal mendapat firasat bahwa dengan cara inilah ia dapat mencapai cita-cita memiliki putra berbadan jasmani dan rohani. Maka, ia pun menerima lamaran tersebut
Singkat cerita, Dewi Rekatawati telah mengandung anak Sanghyang Tunggal. Ketika tiba waktunya, ternyata yang ia lahirkan adalah sebutir telur. Sanghyang Tunggal sangat marah dan membanting telur tersebut. Namun telur itu melesat terbang ke angkasa meninggalkan Kerajaan Teleng samodra. Sanghyang Tunggal semakin penasaran dan segera terbang pula untuk mengejarnya.
Telur ajaib itu melesat sampai ke Kahyangan Tengguru. Sanghyang Wenang terkejut dan berusaha menangkapnya. Namun telur aneh itu begitu gesit, dan baru bisa ditangkap setelah Sanghyang Wenang mengerahkan kesaktiannya. Sanghyang Tunggal datang menghadap dan menceritakan bahwa telur tersebut adalah anaknya yang terlahir dari Dewi Rekatawati. Sanghyang Wenang paham isi hati putranya, maka ia pun mengheningkan cipta memohon izin Tuhan supaya telur di tangannya itu bisa berubah menjadi anak. Selesai bersamadi, Sanghyang Wenang lalu menyiram telur itu dengan air keabadian Tirtamarta Kamandanu. Secara ajaib, cangkang telur pun terbuka dan berubah menjadi seorang laki-laki yang diberi nama Batara Antaga. Selanjutnya putih telur juga berubah menjadi seorang laki-laki yang diberi nama Batara Ismaya. Dan yang terakhir, kuning telur berubah menjadi laki-laki pula dan diberi nama Batara Manikmaya.
Sanghyang Tunggal sangat senang melihat ketiga putranya itu ternyata lahir sesuai harapan, yaitu bisa berbadan jasmani dan rohani. Ia juga meramalkan kelak dari Batara Ismaya akan lahir sepuluh anak, dan dari Batara Manikmaya lahir sembilan anak, sehingga melalui mereka keturunan bangsa dewa akan berkembang biak di muka bumi.
Beberapa tahun kemudian terjadilah perselisihan antara Batara Antaga dan Batara Ismaya. Mereka berdua sama-sama merasa berhak menjadi ahli waris Sanghyang Tunggal. Batara Antaga sebagai anak tertua merasa yang paling berhak naik takhta. Namun hal itu dibantah oleh Batara Ismaya yang mengetahui sejarah leluhur, bahwa Sanghyang Nurrasa dulu menunjuk Sanghyang Wenang sebagai ahli waris, padahal Sanghyang Darmajaka lebih tua.
Kedua kakak beradik itu lalu bertarung adu kesaktian. Namun keduanya sama-sama kuat sehingga sulit menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Akhirnya, mereka pun memanggil Batara Manikmaya untuk menjadi saksi dan memberikan penilaian yang adil terhadap persaingan tersebut.
Batara Manikmaya lalu mengusulkan supaya Batara Antaga dan Batara Ismaya menelan gunung ke dalam perut dan mengeluarkannya melalui dubur. Dengan cara ini dapat diketahui siapa yang lebih sakti dan siapa yang lebih pintar. Keduanya pun setuju. Batara Antaga yang mula-mula memilih salah satu gunung di Pegunungan Himalaya, kemudian berusaha menelannya dalam sekali lahap. Setelah berusaha sekuat tenaga, gunung tersebut pun masuk ke dalam perut Batara Antaga, namun tidak bisa keluar. Karena tadi ia telah memaksakan diri melahap gunung, maka mulutnya kini menjadi robek dan lebar, matanya pun melotot besar, serta tubuhnya menjadi bulat dan gemuk.
Batara Ismaya maju dan memilih sebuah gunung yang lebih besar. Dengan sabar dan telaten ia memakan gunung itu perlahan-lahan hingga semua masuk ke dalam perutnya setelah beberapa hari. Namun ia juga tidak mampu mengeluarkannya melalui dubur. Karena tidak tidur selama berhari-hari, kini wujud Batara Ismaya menjadi berubah jelek, dengan mata sembab dan hidung ingusan. Selain itu, karena gunung yang ditelannya lebih besar daripada yang ditelan Batara Antaga, akibatnya tubuhnya pun menjadi lebih gemuk dan lebih bulat daripada sang kakak
Sanghyang Padawenang datang dan sangat murka melihat ulah kedua putranya. Ia pun mengumumkan bahwa Batara Manikmaya adalah yang berhak mewarisi takhta Kahyangan Tengguru, sedangkan mereka berdua diperintah untuk pergi bertapa di alam Sunyaruri. Kelak jika saatnya tiba, Sanghyang Padawenang akan memberikan perintah kepada mereka supaya muncul ke alam nyata dan menjadi pengasuh keturunan Batara Manikmaya. Batara Antaga hendaknya menjadi pengasuh golongan raksasa, sedangkan Batara Ismaya menjadi pengasuh golongan manusia.
Batara Antaga dan Batara Ismaya mematuhi keputusan sang ayah, namun mereka tidak bisa menerima begitu saja kalau Batara Manikmaya langsung diangkat menjadi ahli waris Kahyangan Tengguru. Mereka meminta Batara Manikmaya harus bisa membuktikan kalau dirinya juga bisa menelan dan mengeluarkan gunung sesuai perlombaan yang telah ditetapkan tadi.
Batara Manikmaya setuju. Ia lalu memilih gunung paling indah di Himalaya, yaitu Gunung Kaelasa untuk dimasukkan ke dalam perut. Berbeda dengan kedua kakaknya, ia lebih dulu mengheningkan cipta dan mengubah gunung itu menjadi sangat kecil sehingga dapat dengan mudah ditelan dan dikeluarkan lagi melalui dubur. Setelah itu, gunung tersebut dikembalikan ke ukuran asli dan diletakkan ke tempat semula.
Batara Antaga dan Batara Ismaya mengakui kepandaian dan kesaktian Batara Manikmaya, dan mereka pun merelakan takhta Kahyangan Tengguru menjadi milik si adik bungsu. Namun Batara Ismaya mengeluhkan wujudnya yang telah berubah menjadi buruk rupa, sehingga mustahil ada wanita yang sudi menjadi istrinya. Padahal Sanghyang Padawenang dulu pernah meramalkan bahwa ia kelak akan memiliki sepuluh anak.
Sanghyang Padawenang menjawab bahwa urusan jodoh itu sudah diatur oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Jelek atau tampan bukanlah ukuran untuk mendapatkan jodoh. Usai berkata demikian ia lantas mendatangkan seorang wanita yang tidak lain adalah keponakannya sendiri, yaitu Dewi Senggani putri Sanghyang Hening. Wanita inilah yang ditakdirkan menjadi jodoh Batara Ismaya.
Melihat kedua kakaknya telah berubah menjadi buruk rupa, tiba-tiba timbul sifat sombong dalam diri Batara Manikmaya yang merasa paling tampan dibanding mereka berdua. Sanghyang Padawenang prihatin mendengar kesombongan itu. Ia pun meramalkan bahwa Batara Manikmaya kelak akan menerita empat jenis cacat, yaitu berkaki pincang, berleher belang, bertaring dua, dan berlengan empat. Batara Manikmaya menyesali kesombongannya dan memohon ampun. Namun Sanghyang Padawenang mengatakan bahwa itu semua telah menjadi takdir Tuhan dan semoga menjadi pengingat agar Batara Manikmaya lebih berhati-hati dalam perkataan dan perbuatan. Manan atau Batara Narada dijadikan teman Manikmaya dan diangkat sebagai penasihatnya.
Singkat cerita, Batara Ismaya telah menikah dengan Dewi Senggani dan mendapatkan sepuluh anak, yaitu Batara Wungkuam, Batara Kuwera, Batara Siwah, Batara Wrehaspati, Batara Surya, Batara Candra, Batara Yamadipati, Batara Temburu, Batara Kamajaya, dan Batari Darmanastiti. Setelah itu ia pun mohon pamit dan berangkat bersama Batara Antaga menuju ke alam Sunyaruri untuk mulai bertapa. Sejak saat itu Batara Antaga memakai nama Togog, sedangkan Batara Ismaya memakai nama Semar.
Sebelum berangkat ke alam Sunyaruri, Togog dan Semar sama-sama mengajukan permohonan kepada ayah mereka (Sanghyang Tunggal), supaya masing-masing diberi teman, seperti Manikmaya. Sanghyang Tunggal ganti mengajukan pertanyaan berbunyi, siapa kawan sejati manusia. Togog menjawab "hasrat", sedangkan Semar menjawab "bayangan". Dari jawaban tersebut, Sanghyang Tunggal pun mencipta hasrat Togog menjadi manusia kerdil bernama Bilung, sedangkan bayangan Semar dicipta menjadi manusia bertubuh bulat, bernama Bagong. Setelah keberangkatan kedua putranya, Sanghyang Padawenang lalu menyerahkan takhta Kahyangan Tengguru dan segala pusaka warisan leluhur kepada Batara Manikmaya. Batara Manikmaya kemudian menjadi raja para dewa dengan bergelar Batara Tengguru, atau disingkat Batara Guru.
Di lain kisah ada satria tampan bernama Bambang Sukodadi dari pedepokan Bluktiba. Bambang Sukodadi sangat sakti namun sombong, sehingga selalu menantang duel setiap satria yang ditemuinya. Suatu hari, saat baru saja menyelesaikan tapanya, ia berjumpa dengan satria lain bernama Bambang Panyukilan. Karena suatu kesalahpahaman, mereka malah berkelahi. Dari hasil perkelahian itu, tidak ada yang menang dan kalah, bahkan wajah mereka berdua rusak. Kemudian datanglah Batara Ismaya (Semar) yang kemudian melerai mereka dan memberi nasihat kepada kedua satria yang baru saja berkelahi itu. Karena kagum oleh nasihat Batara Ismaya, kedua satria itu minta mengabdi dan minta diaku anak oleh Batara Ismaya. Akhirnya Ismaya bersedia menerima mereka, asal kedua satria itu mau menemani dia menjadi pamong para kesatria berbudi luhur, dan akhirnya mereka berdua setuju. Karena perubahan wujud tersebut masing-masing kemudian berganti nama. Bambang Pecruk Panyukilan menjadi Petruk, sedangkan Bambang Sukodadi menjadi Gareng.
Setelah Manikmaya naik tahta, dan Ismaya maupun Antaga pergi dari Kahyangan Tengguru, Sanghyang Padawenang hidup menyepi dengan membangun kahyangan baru bernama Kahyangan Awang-Awang Kumitir. (dirangkum oleh bpurnomo.co.id).

Minggu, 27 Januari 2019

DEGENERASI TULANG DAUN JERUK (CITRUS VEIN PHLOEM DEGENERATION)



Menanam Jeruk termasuk investasi yang cukup menjanjikan keuntungan . Salah satu permasahalahan yang sering dihadapi oleh para petani jeruk adalah penyakit CVPD.  CVPD adalah singkatan dari Citrus Vein Phloem Degeneration, terjadi degenerasi jaringan floem di tulang daun. Penyakit CVPD bukanlah penyakit khusus yang hanya bisa ditemukan di Indonesia karena penyakit ini juga ditemukan di negara-negara asia lainnya. Tercatat, penyakit ini pertama kali ditemukan pada tahun 1929 dan juga pada tahun 1943 di Tiongkok. Tahun 1951 mulai menyerang Taiwan, 1947 ditemukan di Afrika Selatan, dan baru pada tahun 1996 penyakit ini sudah ditemukan di Aceh, Riau, Lampung, DKI Jakarta, Bali, dan daerah-daerah Indonesia lainnya
Sejak tahun 1950-an di Jawa terlihat adanya kemunduran pada tanaman-tanaman jeruk, terutama pada jeruk Siem. Gejala yang mencolok pada tanaman jeruk yang sakit adalah terjadinya klorosis pada daun-daun. Oleh karena itu dulu penyakit disebut sebagai Citrus chlorosis, tetapi karena gejala yang khas adalah terjadinya degenerasi pada floe'm tulang daun, maka di Indonesia penyakit dikenal sebagai Citrus vein phloem degeneration atau CVPD.
Penyakit berkembang terus sehingga pada waktu ini orang selalu menanam jeruk dengan rasa tidak pasti. Kalau dulu pohon jeruk keprok dapat mencapai umur puluhan tahun, di Jawa sekarang pohon-pohon ini hanya dapat memberikan hasi12-3 kali. Dewasa ini jeruk Garut dapat dikatakan punah karena CVPD. Demikian pula halnya dengan jeruk Tawangmangu.
Di Indonesia penyakit terutama tersebar meluas di Jawa dan Sumatera. Di beberapa lokasi penyakit sedemikian meluas. sehingga tempat-tempat ini dianggap sebagai daerah endemis, yaitu Gumilir (Cilacap), Junggo dan Punten (Batu), Pulung dan Plaosan (Magetan), Wanaraja/Karangpawitan (Garut), Kuto arjo, Ogan Komering Ilir, dan beberapa lokasi di Lampung. Di pulau-pulau lain penyakit pernah ditemukan dl Pontianak. uJungpandang. Bantaeng. dan Jeneponto.

GEJALA PENYAKIT CVPD
Gejala.-Gejala CVPD dapat dibagi menjadi gejala luar dan gejala dalam. Gejala luar ditunjukkan dengan daun menjadi kuning, kaku,sering berdiri tegak, dan sering pula tampak bercak-bercak klorotis (terjadi blotching), buah retak atau menguning sebagian. Gejala klorosis pada daun mirip dengan klorosis yang terjadi karena defisiensi unsur Zn, Fe, Mn, atau N. Tetapi percobaan pemupukan dan penyemprotan dengan bermacam-macam unsur tersebut dapat menyembuhkan penyakit. Walaupun ciri-ciri penyakit CVPD pada tanaman jeruk diatas bisa dilihat secara langsung, namun jika masuk musim penghujan, ciri-ciri tersebut akan lebih sulit untuk dilihat. Berikut ini gejala luar yang biasanya muncul pada CVPD :
  1. Daun Belang Kuning, meruncing dan tegak ke atas : Gejala penyakit CVPD pada tanaman jeruk yang pertama adalah munculnya belang berwarna kuning pada bagian daun. Biasanya, belang tersebut tidak sama antara sisi sebelah kanan dan sisi sebelah kiri daun atau tidak simetris. Belang kuning ini mengakibatkan pertumbuhan daun menjadi sangat lambat dan daun menjadi mengecil dengan ujung daun meruncing tajam dan terasa kasar seperti sikat yang biasanya menghadap ke arah atas.
  2. Buah Tidak Simetris dan berukuran kecil ada warna oranye lain : Buah dari pohon jeruk yang terkena penyakit CVPD, ketika dibelah, bagian isinya tidak akan sama antara sisi kanan dan kiri atau tidak simetris, dengan biji berwarna cokelat pada ujungnya. Buah dari pohon jeruk yang terserang CVPD biasanya memiliki ukuran lebih kecil terutama jika buah tersebut berada pada bagian pohon yang kurang terkena sinar matahari dan juga biasanya muncul pada pangkal buah yang tiba-tiba berwarna orange yang berbeda dengan warna orange pada buah dari pohon jeruk yang sehat.
  3. Pertumbuhan Lamban: Jika anda menanam jeruk dari biji yang sudah terkena penyakit VCPD, maka tanaman tersebut akan tumbuh secara lamban dan terlihat sangat merana.
Gejala dalam ditunjukkan oleh jaringan floem yang lebih tebal dibanding daun berwarna hijau. Terjadi penyusutan volume pembuluh-pembuluh floem, sehingga seolah-olah terjadi penebalan dinding sel. Penebalan ini merupakan jalur-jalur putih mulai dari dekat sklerenkim sampai xilem yang terjadi dari dinding-dinding sel yang berdempet-dempetan karena rongga sel telah hilang atau menjadi kecil. Sel-sel parenkim yang masih berongga biasanya penuh berisi butir-butir pati.
Penyakit ini disebabkan oleh  organisme yang mirip mikoplasma (mycoplasma-like organism, MLO) dan ada yang melaporkan oleh organism mirip bakteri (Bacterium like organism, BLO) dengan vektor kutu loncat Diaphorina citri. Pengamatan dengan mikroskop elektron terhadap bahan tanaman sakit ('VPD dari Jawa yang dilakukan oleh Tirtawidjaja (1972. Further studies on Citrus Vein Phloem Degeneration) di Wageningen, Nederland, menemukan adanya benang-bcnang yang menyerupai kumpulan zarah virus Tristeza dan benda-benda yang menyerupai mikoplasma. Namun demikian karena diketahui bahwa organisme tadi mempunyai dinding sel, maka penyebab CVPD disebut sebagai organisme yang mirip bakteri (bacteria-Iike organism, BLO).
Penyakit dapat menular dengan perantaraan alat-alat Pertanian seperti gunting pangkas, pisau okulasi, dan gergaji. Penyakit dapat menular dengan penempelan atau penyambungan. Di alam penyebab penyakit terutama ditularkan oleh serangga (Citrus psylla) Diaphorina citri. Semula dikira bahwa penularan CVPD dilakukan oleh D. citri bersama-sama dengan kutu daun Toxoptera citricida, namun akhirnya terbukti bahwa D. cirri sendiri dapat menularkan penyebab penyakit ini. Penularan terutama terjadi pada waktu tanaman membentuk banyak kuncup. Menurut Mahfud (1985. Penularan penyakit CVPD oleh Diaphorina citri, Kongr. Nas. VIII PFI) serangga tersebut baru dapat menularkan CPVD ke tanaman sehat bila mengisap tanaman sakit selama 48 jam, lalu mengisap tanaman sehat selama 360 jam. Dalam percobaan, CVPD dapat ditularkan ke tanaman tapak dara (Catharanthus roseus) dengan perantaraan tali putri (Cuscuta sp.).
Selain pada jeruk CVPD dapat menular ke beberapa anggota dari familia jeruk-jerukan (Rutaceae) seperti Poncirus trifoliate,  kemuning (Murraya paniculata), Swinglea glutinosa, dan Clausena indica.
PENGENDALIAN PENYAKIT CVPD
Walaupun sangat merugikan petani, namun bukan berarti penyakit CVPD tidak dapat dicegah. Secara umum, terdapat beberapa cara yang biasa dilakukan oleh petani jeruk dalam mencegah penyakit CVPD ini. Pengendalian penyakit CVPD harus dilakukan secara terpadu. Faktor – faktor yang perlu diperhatikan dalam pencegahan dan penanggulangan CVPD tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Pengadaan bibit jeruk bebas penyakit: Pengadaan bibit ini mendapat pengawasan dari balai pengawasan dan sertifikasi benih (BPSB). Dalam rangka ini, pusat penelitian dan pengembangan hortikultura telah mengembangkan teknik sambung tunas pucuk (shoot tip grafting, STG) seperti di riau, jawa timur, sulawesi selatan, jawa barat dan bali.
  2. Serangga vector: Serangga penular utama dalam penyebaran CVPD adalah  Diaphorina citri. Vektor ini menularkan CVPD di pesemaian dan di kebun, terutama ditemukan pada tunas  Agar populasinya tidak bertambah, penggunaan pestisida dapat dipertimbangkan dan diaplikasikan pada saat tanaman menjelang dan ketika bertunas. Pengendalian serangga vector/penular penyakit CVPD, yaitu serangga kutu loncat (Diaphorina citri) dengan cara: Penggunaan musuh alami, diantaranya adalah kepik merah. Penggunaan perangkap kuning yang dipasang diantara pohon jeruk, dengan cara digantung setinggi setengah tinggi pohon. Tujuannya untuk menarik kutu loncat agar menempel pada perangkap sehingga populasi kawanan kutu loncat di areal kebun dapat terpantau dan dapat menentukan tindakan pengendalian lebih lanjut, yaitu penggunaan insektisida kimia.
  3. Penggunaan antibiotika oksitetrasiklin : Tanaman jeruk yang terkena CVPD dengan tingkat serangan ringan, masa produktivitasnya dapat diperpanjang dengan infusan oksitetrasiklin HCI konsentrasi 200 ppm. Penyembuhan yang terjadi hanya bersifat sementara sehingga cara ini harus diulangi.untuk memperoleh hasil optimim, tanaman yang telah diinfus harus dipupuk dan mendapat pengairan yang cukup.
  4. Eradikasi : Produksi tanaman yang terserang CVPD adalah rendah, tanaman ini tidak menghasilkan buah. Tanaman sakit tersebut merupakan sumber inokulum bagi tanaman disekitarnya. Dengan demikian, tanaman sakit harus dimusnahkan melalui eradikasi.
  5. Karantina : Dalam rangka mencegah CVPD, telah dikeluarkan surat keputusan mentri pertanian nomor 129/kpts/um/3/1982 yang isinya melarang pengangkutan tanaman / bibit jeruk dari daerah endemic kedaerah bebas CVPD.
  6. Pengairan dan pemupukan : Gejala CVPD banyak terdapat didaerah kekurangan air dan daerah daerah yang belum biasa melakukan pemupukan jeruk. Idealnya tanaman jeruk tersebut diberi pemupukan berimbang antara pupuk makro dan pupuk mikro. 
  7. Pemetaan daerah serangan CVPD : Data ini sangat penting untuk penyusunan program secara lengkap. Data yang diperlukan adalah jumlah daerah perbanyakan jeruk, jumlah tanaman yang terkena CVPD, intensitas/tingkat serangan, penyebaran penyakit, cara pengendalian serta pengembangan pengendalian penyakit CVPD. (SEKIAN DAN TERIMAKASIH dikompilasi oleh Bambang Purnomo)

Selasa, 22 Januari 2019

WAYANG KURANG POPULER


Wayang-wayang berikut ini kurang popular di kita pemerhati wayang


   . 1. Ditya Wilkataksini

Ditya Wilkataksini adalah punggawa raksasa negara Alengka. Karena kesaktiaannya ia ditugaskan oleh Prabu Dasamuka untuk menjaga keamanan pantai negara Alengka. Sedangkan saudaranya bernama Tataksini yang ahli menyelam, mendapat tugas menjaga keamanan samodra. Karena memiliki pandangan mata yang sangat tajam, Wilkataksini berhasil menangkap bayangan tubuh Anoman yang terbang tinggi di balik gumpalan mega dalam upaya menyelusup masuk negara Alengka. Waktu itu Anoman sedang melaksanakan tugas sebagai duta Prabu Rama menuju negara Alengka untuk mencari kebenaran keberadaan. Dewi Sinta sebagai tawanan Prabu Dasamuka. Dengan kesaktiaannya Wilkataksini menyedot tubuh Anoman masuk ke dalam mulutnya untuk dikunyah. Wilkataksini akhirnyua mati sebelum melaksanakan niatnya. Anoman yang bertiwikrama berhasil menjebol rongga mulutnya sampai hancur. Angin dari segala jurusannya berubah ke satu arah, bagai badai ia masuk ke perut Wilkataksini.Anoman terkejut tak mengira. Tapi sebelum ia sempat berpikir apa-apa, Kera Putih ini sudah kehilangan segala dayanya. Bagai sehelai kapas ia tersedot lewat mulut prajineman Alengka yang sakti itu. Seberkas terang masih sempat dilihatnya ketika ia berada di ambang mulut Wilkataksini, tapi kemudian ia merasakan gelap-gulita di sekitarnya. Kera Putih ini sudah berada dalam perut Wilkataksini. Sejenak Anoman tak sadarkan diri. Batara Surya selalu menaunginya. Maka sedikit cahaya masuk lewat mulut Wilkataksini. Dan Anoman pun melihat samudra.

2.      Wirakampana

Wirakampana atau Wil Kampana adalah seorang Raksasa yang bertugas sebagai kusir kereta Jatisura milik Raden Arya Gunawan Wibisana. Sesampainya di Taman Andana Raden Bratasena berjumpa dengan penunggunya dua orang raksasa Ditya Wirupaksa dan Ditya Wirakampana. Karena kembang tidak diberikannya maka terjadi perkelaian sehingga kedua raksasa dapat dikalahkan dipijak kedua lehernya tidak dapat bergerak lagi. Batara Kuwera melihat keadaan ini, maka dilerai perkelaian tersebut, supaya kedua raksasa abdi penunggu taman dilepas.Dijelaskannya bahwa kembang tersebut memang disediakan untuk Raden Bratasena, namun karena kedua raksasa tersebut tidak mengetahui bahwa Raden Bratasena itu juga Raden Werkodara, maka terjadi perkelaian. Bentuk wayang Batara Kuwera, berhidung dempak, bermata telengan, bertopong, berpraba, bersampir, berkeris di depan, berbaju, bersepatu dan berkain rapekan Dewa, wayang ini termasuk wayang gagahan. Tetapi ada juga yang menafsirkan berhidung lancip seperti Batara Indra, bahkan ada yang menafsirkan Batara Kuwera itu juga Batara Wisrawa. Wirakampana dan raksasa sakti lainnya telah tewas.  Bahkan Patih Prahasta juga telah tewas ditangan Anila. Kesedihan Dasamuka memuncak ketika teringat bahwa Sarpakenaka yang kesaktiannya tiada tara juga telah mati. Kekalahan demi kekalahan yang menimpa Dasamuka ditimpakan Gunawan.

3.      Wirupaksa

Wirapaksa adalah senapati raksasa. Wirupaksa dan Wiluitaksa disebelah utara istana. Sedangkan digunung suwela Rama, Lasmana dan Sugriwa bersama-sama memuja dan meminta kepada Sangyang Guru agar diberi keselamatan dalam berperang. Raksasa Wirupaksa dihadang oleh Lasmana. Melihat para raksasa banyak yang tewas, Indrajit segera maju menyerang. Anggada segera menghadangnya dan terjadilah perang antara Anggada melawan Indrajit. Kereta Indrajit hancur dan ia terjatuh kemudian mengundurkan diri.Indrajit merasa kewirangan, ia segera melakukan semedi. Sementara itu Ramawijaya melepaskan senjata panahnya kearah prajurit raksasa. Terjadilah hujan panah yang membuat banyak korban pihak Alengka. Semua prajurit raksasa yang tewas. Citracapa kalah cepat oleh tindakan senapati Wirupaksa yang menyerangnya dan menggadanya. Citracapa tewas.Melihat ini Citrasekti bergerak maju hendak menyerang Wirupaksa. Tetapi ia kalah cepat dengan senapati Kampana yang menyerangnya dan menggadanya.Citrasudirga tewas. Putra mendiang Citraguna bergerak maju hendak menyerang Bajramusti, tetapi ia kalah cepat oleh tindakan senapati Supwarsa menyerangnya dan menggadanya. Ia tewas. Kegaduhan terjadi di kalangan pasukan Lokapala. Prabu Danaraja atau Prabu Wisrawarna mengamati jalannya pertempuran dengan seksama. Untuk menolong keadaan ia segera bergerak maju ke tengah-tengah musuh untuk membela kematian Patih Banendra oleh Rahwana. Rahwana berhadapan dengan kakaknya. Prabu Rahwana menyaksikan kakaknya muncul memimpin pertempuran secara pribadi segera naik kembali ke kereta perangnya.

4.      Begawan Wisrawa

Wisrawa adalah seorang raja di kerajaan Lokapala yang mengundurkan diri kemudian menjadi seorang begawan, yaitu Begawan Wisrawa. Kemudian tahta kerajaan diserahkan kepada  putranya Prabu Danareja. Sejak “madeg pandita”, sang begawan gemar bertapa mengurai kebijaksanaan dan memperbanyak laku menahan nafsu duniawi. Sebenarnya, Wisrawa belum begitu tua, dia masih termasuk paruh baya. Tetapi dia sudah merasa cukup mengenyam kehidupan duniawi yang sukses.Sebagai raja dia banyak terlibat dalam urusan negara sehari-harinya dan meskipun menjadi penguasa diapun mesti mengikuti aturan kerajaan, sehingga dia merasa tidak bebas. Dia ingin hidup yang lebih bebas, dia ingin menjadi kawula biasa, supaya bisa pergi kemanapun. Dia telah berketetapan hati untuk mendalami kehidupan spiritual, menjadi seorang pendeta. Dihari tuanya, dia ingin membersihkan jalan kehidupannya dan mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta.Kemudian, dewata memutuskan memberi amanah rahasia Serat Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu kepada Wisrawa untuk diajarkan kepada umat manusia. Mendengar hal itu, menangislah Sang Begawan penuh keharuan.Betara Narada mengatakan : Sifat ilmu ada 3 (tiga): Pertama, harus diamalkan dengan niat tulus jangan pamrih. Kedua, ilmu memiliki sifat menjaga dan menjunjung martabat manusia. Ketiga, jangan melihat baik buruk penampilan semata karena terkadang yang baik nampak buruk dan yang buruk kelihatan sebagai sesuatu yang baik. Oleh karena itu jangan selalu menilai

5.      Batara Yamadipati

Yamadipati adalah nama dewa pencabut nyawa. Dalam pewayangan, Batara Yamadipati adalah putra Batara Ismaya alias Semar dengan Dewi Kanastri atau Dewi Kanastren. Namun dalam kitab Mahabarata, Batara Yamadipati adalah putera Batara Surya. Ia juga disebut Batara Petraraja atau Yamakingkarapati. Petra artinya adalah neraka atau raja neraka dan Kingkara berarti makhluk penjaga neraka. Istrinya bernama Dewi Mumpuni, seorang bidadari cantik pemberian batara Guru. Dewi Mumpuni sebenarnya tidak  mencintai Batara Yamadipati. Ia pun tidak merasa bahagia bersuamikan dewa yang berwajah buruk dan menakutkan. Oleh karena itu, Dewi Mumpuni menjalin cinta dengan Bambang Nagatatmala, putra Sang Hyang Antaboga. Akibat skandal itu, terjadilah keonaran di kahyangan. Akhirnya, Bathara Yamadipati rela melepaskan Dewi Mumpuni untuk diperistri Nagatatmala. Dengan kepergian isterinya, membuat Batara Yamadipati sedih.Karenanya saat berjumpa dengan Dewi Sawitri yang amat mencintai dan setia dengan suaminya, Setiawan, ia sangat kagum dan hormat. Karena kagum dengan kesetian wanita itu, Yamadipati dengan kewenangannya membatalkan tugasnya untuk mencabut nyawa Setiawan, suami Sawitri. Bahkan Batara Yamadipati memeberi berkah pada pasangan Sawitri-setiawan sehingga mereka berumur panjang dan memiliki 40 orang anak. Berbeda dengan dewa yang lain, kahyangan Batara yamadipati tidak tetap. Kahyangan itu dibangung oleh Batara Wismakarma, bisa berpindah-pindah sesuai kehendak pemiliknya. Lalu, ia bertempur.

6.      Begawan Wilwuk

Ada yang menceritakan bahwa Resi Wilawuk berwadag seekor naga besar,  naga yang mempunyai sepasang sayap yang panjang dan kuat. Baiknya kita tanggapi kedua versi itu, dan kita simpulkan, Resi Wilawuk adalah seorang jin raksasa, yang dapat berubah menjadi seekor naga. Resi Wiawuk meminta Arjuna mengikuti resi Wilawuk kepertapaannya, yaitu pertapaan Pringcendani. Arjuna naik kebadan naga, dan naga Wilawuk pun terbang menuju ke pertapaan Pringcendani.Setiba di Pertapan Pringcendani diperkenalkan dengan puteinya,yang cantik dan elok, ia bernama Dewi Jimambang.. Ia cantik bagaikabn bidadari kahyangan.Resi Wilawuk melihat kedua insan saling jatuh cinta, sang resipun menikahkan.Selesai pernikahan, resi Wilawuk memberi sebuah cupu berisi lenga (minyak) Jayengkaton Khasiatnya, barangsiapa memoleskan minyak Jayengkatonp ada kedua maatanya, maka akan melihat alam halus, dimana akan melihat segala jin dan kerajaannya.Resi juga menghadiahi pusaka Jalasutera kencana setelah semua keperluannya selesai, Arjuna pun berpamitan untuk pergi ke hutan Wanamarta. Untuk mempercepat perjalanan ke Wanamarta, Resi Wilawuk juga memberikan Kuda Ciptawilaha dan cambuk Kyai Pamuk. Singkat cerita Arajunapun sudah berangkat ke Wanamarta. Semenara itu saudara saudaranya yang lain sudah berada di hutan Wanamarta. Bima merasa geram derngan kejadian kejadian yang aneh. Bima telah merubuhkan puluhan pohon yang besar besar, namun begitu roboh, maka pohon itu berdiri kembali.

7.      Wisakarma

Wisakarma adalah raja raksasa negara/kerajaan Kotawindu yang terletak di lereng Gunung Warawendya. Ia menikah dengan Dewi Merusupadmi/Dewi Sumeru (Mahabharata) salah seorang keturunan Sanghyang Taya. Dari pernikahan tersebut ia memperoleh seorang anak bernama Dewi Sayempraba. Adik Prabu Wisakarma yang bernama Dewi Wisakti menjadi istri Prabu Dasamuka, raja negara Alengka dan berputra kembar yang diberi nama Trikaya dan Trimuka. Prabu Wisakarma adalah raksasa ahli racun. Ia menjadi sahabat dan orang kepercayaan Prabu Dasamuka. Prabu Wisakarma mempunyai sifat serakah, wataknya kejam, bengis dan mau benarnya sendiri. Dengan kesaktiaannya,Prabu Wisakarma membangun taman lengkap beserta istananya dengan mengambil pola taman dan istana Bathara Indra. Bahkan keindahan dan kemegahan taman istana Kotawindu melebihi keindahan Taman Indraloka. Perbuatan Prabu Wisakarma membangkitkan kemarahan Bathara Indra. Panah angin dilepaskan Dewa Indra dari pintu kahyangan, menghantam dan memporak-porandakan istana Kotawindu. Prabu Wisakarma dan Dewi Merusupadmi/Dewi Sumeru tewas dalam peristiwa tersebut. Bekas istana Kotawindu kemudian berubah menjadi Goawindu dan dihuni oleh Dewi Sayempraba yang selamat dari tragedi panah angin Bathara Indra. Wisakarma berputra Anala kata Kapi Anala sambil terus menghujani dua bersaudara Daksi itu dengan tebaran racun. Hadapilah racunku, jika kalian memang ahli racun. Putadakshi dan Pratamadakshi marah. Mereka menghunus pedang yang sudah direndam dalam ramuan racun. tetapi, Anala mahir. (BPurnomo.co.id).