A.
Permasalahan dan Pengertian Perlindungan Tanaman
Kehidupan manusia boleh dikatakan sangat tergantung kepada tumbuhan. Ketergantungan tersebut disebabkan karena banyaknya kebutuhan manusia yang sebagian besar berasal dari tumbuhan dan sering kebutuhan tersebut tidak dapat diganti dari organisme atau benda lain. Golongan cerealia, kacang-kacangan, sayuran, dan buah-buahan merupakan contoh sebagian besar makanan manusia yang berasal dari tumbuhan. Pakaian yang kita pakai, rumah yang kita huni, perabot rumah tangga yang kita gunakan sehari-hari sebagian besar baik secara langsung maupun tidak langsung juga berasal dari tumbuhan. Manusia memerlukan tanaman untuk memenuhi berbagai kebutuhannya, tetapi pada tempat dan waktu yang bersamaan berbagai jenis organisme lain juga memerlukan tanaman untuk tujuan yang sama. Selain itu ada faktor-faktor lingkungan yang dibutuhkan tanaman tetapi tidak dapat tersedia secara optimum sehingga kehidupan tanamanpun tidak dapat berjalan secara optimum memenuhi kebutuhan manusia, disamping terjadi konversi kebutuhan manusia itu sendiri. Hal-hal tersebut menyebabkan manusia menjadi merasa dirugikan dan oleh karena itu perlu melakukan berbagai upaya agar tanamannya tidak diganggu oleh organisme pengganggu, menyediakan lingkungan yang dibutuhkan dan mensubstitusi adanya konversi kebutuhan.
Organisme
pengganggu yang mengganggu kehidupan tanaman, dan manusia, merupakan bagian
dari ekosistem (ecosystem) yang saling berkaitan dengan berbagai jenis organisme lain
melalui jejaring makanan (food
web). Upaya
perlindungan tanaman yang ditujukan terhadap jenis-jenis organisme yang
mengganggu kehidupan tanaman pada akhirnya bukan hanya berdampak pada organisme
tersebut, tetapi juga organisme lain yang justru bermanfaat, dan bahkan juga
terhadap manusia sendiri. Lingkungan tanaman yang dibutuhkan tidak kita
sediakan secara optimal juga akan menyebabkan lemahnya kehidupan tanaman yang dapat
mengakibatkan tanaman menjadi mudah terganggu oleh organisme lain.
Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan tanaman menjadi mudah terganggu oleh
organisme lain kita sebut faktor predisposisi.
Kebutuhan
manusia akan hasil tanaman akan terus meningkat seiring dengan terus semakin
meningkatnya jumlah penduduk dunia. Menurut PBB, penduduk dunia diperkirakan
akan terus meningkat menjadi 8.011.533.000 jiwa pada 2025 dan 9.149.984.000
jiwa pada 2050. Jumlah penduduk yang terus meningkat, disertai dengan perubahan
pola konsumsi penduduk negara-negara maju ke arah bahan pangan (manusia) dan
kebutuhan bahan pakan (ternak) yang lebih berkualitas, akan menyebabkan
kebutuhan bahan pangan terus meningkat beberapa kali dari yang dibutuhkan saat
ini. Sekalipun tanpa gangguan yang disebabkan oleh organisme pengganggu, terutama
kebutuhan akan bahan pangan, sulit dapat dipenuhi karena berbagai faktor lain,
di antaranya keterbatasan lahan, konversi lahan pertanian, kesulitan
menyediakan air yang optimum dan faktor-faktor predisposisi lainnya. Konversi
bahan pangan menjadi bahan bakar hayati (biofuel) sebagaimana yang
dilakukan di negara-negara maju, juga menjadi penyebab tak terpenuhinya
kebutuhan pangan. Oleh karena itu, upaya untuk mencukupi kebutuhan pangan
tersebut akan menjadi semakin sulit mengingat berbagai jenis organisme pengganggu,
faktor-faktor predisposisi, konversi lahan pertanian dan konversi hasil
pertanian.
Berbagai
upaya telah dilakukan untuk melindungi tanaman dari gangguan yang disebabkan
oleh organisme pengganggu yang terdiri atas golongan binatang, patogen, dan
gulma. Meskipun demikian, produksi yang benar-benar dapat dicapai tetap saja
lebih rendah dibanding produksi yang seharusnya. Kehilangan hasil (yield
loss), yaitu perbedaan antara produksi yang benar-benar dapat dicapai
dengan produksi yang seharusnya, tetap saja besar. Untuk tanaman pangan,
kehilangan hasil potensial, yaitu perbedaan produksi antara yang berhasil
dicapai dibandingkan dengan produksi yang seharusnya, mencapai 67,4%, sedangkan
keberhasilan hasil aktual, yaitu perbedaan produksi antara yang berhasil
dicapai dengan berbagai upaya perlindungan tanaman dibandingkan dengan produksi
yang seharusnya, masih tetap tinggi, yaitu sebesar 32,1%. Uraian suram ini terutama pada tanaman pangan,
belum kelompok tanaman lain seperti tanaman hortikultura dan tanaman perkebunan
yang diperlukan untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia lainnya di luar
kebutuhan pangan.
Kehilangan
hasil pada berbagai kelompok tanaman lain tersebut juga tidak jauh berbeda,
bahkan mungkin lebih besar. Kehilangan hasil besar yang disebabkan oleh
organisme pengganggu tanaman dapat terjadi karena berbagai faktor yang
berkaitan dengan budidaya tanaman itu sendiri, dengan organisme pengganggu
tanaman, maupun dengan upaya perlindungan tanaman yang dilakukan. Budidaya tanaman sendiri masih
dilakukan secara ekstensif dan manual di negara-negara sedang berkembang sampai
secara sangat intensif dan mekanis di negara-negara maju. Budidaya tanaman yang
padat teknologi di negara-negara maju, bukan hanya dapat lebih bisa membuat
kondisi lingkungan menjadi lebih sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman, tetapi juga lebih bisa mengurangi gangguan yang disebabkan oleh
berbagai organisme lain, daripada budidaya padat tenaga kerja di negara-negara
sedang berkembang. Kemampuan negara-negara maju untuk melakukan hal tersebut
tidak terlepas dari peran pemerintah yang memberikan perhatian penuh terhadap
permasalahan perlindungan tanaman, baik melalui kebijakan yang dibuat maupun
melalui dukungan terhadap penelitian dan pengembangan teknologi perlindungan
tanaman.
Faktor
yang juga menjadikan permasalahan perlindungan tanaman menjadi kompleks adalah
kenyataan bahwa organisme pengganggu tanaman terdiri atas berbagai jenis yang
kemampuannya untuk menyebabkan kehilangan hasil sangat beragam. Jenis organisme
yang sangat banyak dan beragam tersebut mencakup golongan binatang, jamur,
bakteria, virus, tumbuhan parasit dan tumbuhan pesaing tanaman. Jenis-jenis
organisme pengganggu tanaman dari golongan binatang (animal) lazim disebut hama
(pests), sedangkan yang dari golongan
jamur (fungi), bakteri, virus dan tumbuhan parasit, disebut patogen
(pathogens), dan dari golongan tumbuhan pesaing tanaman disebut gulma (weeds).
Binatang hama, patogen, dan gulma secara keseluruhan di Indonesia sering juga
disebut hama, dalam hal ini hama dalam arti luas (pests sensu lato),
sedangkan hama golongan binatang atau binatang hama merupakan hama dalam arti
sempit (pests sensu stricto).
Khusus
di Indonesia, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, hama dalam arti luas sekarang disebut Organisme Pengganggu Tumbuhan
atau lazim disingkat OPT, yang didefinisikan sebagai: semua organisme yang
dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan. Perhatikan
bahwa dalam definisi ini digunakan istilah tumbuhan, bukan hanya tanaman
sebagai jenis-jenis tumbuhan yang dibudidayakan, dan istilah pengganggu, yang
dimaksudkan untuk mencakup pengertian merusak, mengganggu kehidupan, atau
menyebabkan kematian. Dalam bahasa sehari-hari, sering digunakan
istilah menyerang. Istilah menyerang ini bukan hanya
digunakan secara luas, tetapi juga secara salah kaprah sehingga penyakit yang
bukan merupakan organisme pun juga dikatakan menyerang.
Berbagai jenis binatang, jamur,
bakteria, dan virus, maupun tumbuhan memperoleh status sebagai OPT melalui
berbagai cara untuk menyebabkan kehilangan hasil:
- Memakan bagian-bagian tanaman dengan berbagai cara. Organisme pengganggu tumbuhan dari jenis binatang merusak dan/atau mengganggu kehidupan tanaman atau hasil tanaman dengan cara ini. Bagian-bagian tanaman yang dimakan akan mengalami kerusakan secara mekanik (injuri) sehingga bila terjadi pada bagian yang merupakan hasil maka akan mengurangi berat (kuantitas) atau mutu (kualitas).
- Mengganggu proses fisiologis tanaman. Kerusakan dengan cara ini ditimbulkan oleh organisme pengganggu dari golongan binatang, patogen, maupun gulma. Serangga penggerek batang dan patogen yang hidup pada pembuluh angkut akan mengganggu transportasi unsur hara dan fotosintat. Jenis gulma tertentu dapat mengganggu proses fisiologis tanaman dengan cara menghasilkan senyawa kimia tertentu (alelopat).
- Menyaingi atau mengganggu dalam memperoleh sumberdaya kebutuhan hidup tanaman. Kerusakan dan gangguan dengan cara ini ditimbulkan terutama oleh gulma dalam hal memperoleh air, unsur hara, sinar matahari, dan ruang hidup. Patogen tertentu juga dapat menimbulkan gangguan ini, misalnya jamur jelaga yang menutupi permukaan daun sehingga menghambat proses fotosintesis.
- Menjadi perantara penularan organisme lain yang mungkin lebih merusak. Organisme tertentu merusak atau mengganggu kehidupan tanaman dengan menjadi perantara penularan bagi organisme lain yang lebih merusak. Misalnya, wereng cokelat, menyebabkan kerusakan langsung yang kurang berarti dibandingkan dengan kerusakan yang disebabkan oleh virus penyebab penyakit tungro yang ditularkannya.
- Menjadi tempat bertahan dan sumber penularan. Pada saat tanaman tidak tersedia, gulma dapat menjadi tempat bertahan hidup bagi jenis-jenis organisme penggangu tertentu sehingga pada musim tanam berikutnya organisme pengganggu yang bertahan pada gulma tersebut menjadi sumber penular terhadap tanaman yang dibudidayakan.
- Membahayakan konsumen karena menghasilkan racun yang dapat mengkontaminasi hasil. Berbagai jenis patogen menghasilkan senyawa kimia beracun sebagai metabolit sekunder dan senyawa beracun tersebut dapat mengkontaminasi hasil tanaman. Organisme penggaggu tumbuhan dari jenis jamur tertentu, misalnya Aspergillus dan Fusarium, menghasilkan racun aflatoxin dan fusarin dalam kategori ini.
- Keberadaan organisme pengganggu mencemari hasil tanaman yang bersangkutan. Organisme pengganggu yang memakan bagian tanaman yang berupa hasil akan menjadi pencemar (kontaminan) pada hasil pada saat dikonsumsi atau dijual. Keberaadaan organisme pengganggu sebagai kontaminan pada hasil menyebabkan hasil menjadi kurang layak dikonsumsi atau harganya rendah pada saat dijual. Misalnya, kumbang bubuk Sitophilus, Tribolium merupakan kontaminan terhadap hasil jagung, beras dan biji-bijian lain.
Meskipun
terdapat berbagai cara organisme dapat menyebabkan kehilangan hasil, kemampuan
satu jenis organisme untuk merusak, mengganggu tanaman, dan/atau mematikan
tanaman sebenarnya berbeda-beda, bergantung terutama pada:
1)
Kemampuan
merusak yang dimiliki oleh setiap individu jenis organisme yang bersangkutan,
ditentukan terutama oleh sifat-sifat bawaan jenis organisme yang
bersangkutan,
2)
Jumlah
individu jenis organisme yang bersangkutan, pertumbuhan dan perkembangan
populasinya, yaitu jumlah individu-individu jenis organisme tersebut pada
tempat dan waktu tertentu, dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dan aktivitas
manusia,
3)
Kepentingan
manusia terhadap jenis tanaman yang dirusak oleh jenis organisme yang
bersangkutan, kepentingan manusia terhadap setiap jenis tanaman juga tidak sama
sehingga kerusakan yang terjadi pada satu jenis tanaman dan pada jenis tanaman
lain, meskipun keparahannya sama, tidak akan bernilai sama.
Kombinasi
ketiga faktor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan dan berbagai
aktivitas yang dilakukan manusia sendiri, yang pada kelanjutannya akan
berpengaruh terhadap tanaman, terhadap organisme yang berpotensi merusak,
mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian tanaman, dan terhadap lingkungan
hidup. Oleh karena itu, organisme lain berstatus sebagai hama dalam arti luas
atau sebagai OPT bukan karena bawaan,
atau karena kelahiran, melainkan karena
keadaan. Status sebagai OPT, dengan demikian bukan merupakan status obyektif, melainkan status subyektif. Status subyektif tersebut terjadi karena
pengaruh faktor lingkungan, pengaruh manusia terhadap organisme lain dan
lingkungan hidupnya, dan kepentingan manusia terhadap hasil tanaman. Status
sebagai OPT yang bersifat subyektif ini merupakan satu di antara berbagai
faktor yang menyebabkan permasalahan perlindungan tanaman menjadi sangat
kompleks. Untuk melindungi tanaman dari gangguan berbagai jenis OPT, petani
perlu melakukan perlindungan tanaman.
Menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, perlindungan
tanaman merupakan "segala upaya untuk mencegah kerugian pada
budidaya tanaman yang diakibatkan oleh organisme pengganggu tumbuhan".
Perlindungan tanaman tersebut, sebagaimana ketentuan peraturan
perundang-undangan, "... dilaksanakan melalui kegiatan berupa (a)
pencegahaan masuknya OPT ... atau tersebarnya ke area lain ... (b) pengendalian
OPT, (c) eradikasi OPT". Sebagaimana juga yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan, “Pelaksanaan perlindungan tanaman ... menjadi tanggung
jawab masyarakat dan Pemerintah.” Karena merupakan kewajiban maka petani perlu
melaksanakan perlindungan tanaman. Bagaimana dapat melaksanakan perlindungan
tanaman bila tidak menyadari bahwa OPT dapat menimbulkan kehilangan hasil
sedemikian besar. Kalaupun menyadari, bagaimana dapat melaksanakan perlindungan
tanaman kalau tidak tahu perlindungan tanaman harus diprioritaskan terhadap OPT
yang mana. Banyak faktor lingkungan yang menjadi predisposisi, sehingga petani
juga tidak tahu kapan OPT menyerang tanaman dengan kemampuan maksimal. Meskipun
mengetahui perlindungan tanaman harus dilakukan OPT yang mana, petani sering
tidak melaksanakannya karena mengalami kesulitan biaya. Pemerintah memang
membantu melaksanakan perlindungan tanaman, tetapi menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan, hal itu baru bisa dilakukan “apabila terjadi eksplosi.”
Yang artinya sudah terjadi kerugian petani yang sangat besar.
Uraian
di atas menunjukkan bahwa kerumitan permasalahan perlindungan tanaman terjadi
bukan semata-mata karena banyaknya jenis organisme yang berpotensi menjadi OPT
pada kondisi lingkungan tertentu saja, tetapi juga karena banyaknya kepentingan
manusia yang diharapkan dapat dipenuhi dari tanaman. Dalam melindungi tanaman
guna mewujudkan kepentingan yang diharapkannya, manusia justru melakukan
kegiatan yang dapat menimbulkan permasalahan baru. Intensifikasi pertanian
sebagai bagian dari Revolusi Hijau
pada awalnya memang seakan-akan dapat mengatasi permasalahan, tetapi pada
akhirnya justru menimbulkan masalah baru. Pembudidayaan satu jenis tanaman
dalam areal yang luas secara monokultur dan terus menerus, yang disertai dengan
pemupukan dalam dosis tinggi dan penggunaan pestisida yang pada mulanya
dipandang sebagai ‘penyelamat’ untuk melindungi tanaman, ternyata kemudian
justru menimbulkan eksplosi OPT
.Eksplosi
(explosion), yang juga lazim disebut ledakan (outbreak, epidemi),
tersebut terjadi karena budidaya monokultur secara terus menerus dengan
pemupukan dosis tinggi ternyata menguntungkan pertumbuhan populasi OPT,
sedangkan penggunaan pestisida secara sembarangan dapat menyebabkan OPT menjadi
resisten, yaitu menjadi tahan terhadap pestisida dengan bahan aktif tertentu.
Penggunaan pestisida, yang sesungguhnya penggunaan racun, selain membunuh OPT
sasaran, juga dapat membunuh berbagai organisme bermanfaat, termasuk organisme
yang menjadi musuh alami (natural enemies) bagi OPT sasaran. Sebagaimana
dengan manusia yang menghadapi OPT sebagai musuh, dalam ekosistem alami OPT
menghadapi berbagai organisme lain sebagai musuh. Hal ini terjadi karena dalam
ekosistem, berbagai jenis organisme berinteraksi dalam proses makan memakan
yang disebut jejaring makanan (food
web). OPT
merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tanaman, sementara
berbagai organisme lain juga melakukan hal yang sama terhadap OPT. Namun dalam
ekosistem pertanian, yang juga lazim disebut agroekosistem, penggunaan pestisida
menyebabkan sebagian besar musuh alami mati sehingga OPT dapat berkembang biak
dengan cepat karena tidak ada yang memusuhinya sebagaimana yang terjadi pada
ekosistem alami.
Kerumitan permasalahan perlindungan tanaman sebenarnya
belum selesai sampai di sini. Berbagai permasalahan lain akan diuraikan lebih
lanjut pada bab-bab selanjutnya. Namun sebelum mengakhiri tulisan ini, perlu
dipahami bahwa kerusakan, gangguan kehidupan, atau kematian yang disebabkan
oleh OPT terhadap tanaman dapat terjadi setiap saat, mulai sejak benih ditanam
sampai dengan ketika hasil panen telah disimpan terus diterima konsumen. Gangguan
tanaman yang terjadi menjelang panen, atau lebih-lebih lagi ketika hasil sudah
disimpan, akan menyebabkan semua biaya produksi, pengangkutan, dan penyimpanan
menjadi sia-sia. Hal ini berbeda dengan produksi rendah yang terjadi karena
petani lalai mengolah tanah, mengairi, atau memupuk, yang karena tidak
dilakukan maka petani tidak perlu mengeluarkan biaya. Dalam hal terjadi
eksplosi OPT, bukan hanya produksi menjadi rendah atau bahkan benar-benar
gagal, tetapi semua biaya produksi yang telah dikeluarkan untuk mengolah tanah,
membeli benih, melakukan pengairan, memupuk, dan sebagainya, akan hilang
sia-sia. Bila petani memperoleh biaya tersebut dari meminjam, dari orang lain
atau dari bank, maka pinjaman tetap harus dilunasi, tetapi dalam hal petani
tidak mengolah tanah dengan baik, tidak mengairi, atau tidak memupuk, petani
tidak perlu mengembalikan apa-apa kepada siapapun. Perlindungan tanaman menjadi
penting karena kerusakan tanaman terjadi setelah petani mengeluarkan biaya
untuk mengolah tanah, memupuk dan mengairi (ilmu tanah) serta memilih benih
jenis tanaman tertentu, menanam dengan jarak tanam dan pola pertanaman tertentu
pada musim tanaman tertentu, dan memanen hasilnya (agronomi), untuk kemudian
mengolah hasilnya (ilmu pangan). Biaya yang dikeluarkan untuk membeli benih,
membeli pupuk, mengolah tanah dan mengairi, dan menanam semuanya akan menjadi
sia-sia bila tanaman kemudian dirusak oleh organisme pengganggu tumbuhan. Apa
yang dapat dipanen dan diolah, apalagi dijual.
B.
Apa itu Pengganggu Tumbuhan ?
Istilah
organisme pengganggu tumbuhan, yang sekarang lazim disingkat OPT, mulai
diperkenalkan sejak ditetapkannya UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
Pada Pasal 1 UU tersebut, organisme pengganggu tumbuhan didefinisikan sebagai
semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan
kematian tumbuhan". Tumbuhan (plant) berbeda dengan tanaman (crop)
hanya dalam keterlibatan manusia yang membudidayakan, pengertian tumbuhan
mencakup yang tumbuh liar maupun yang dibudidayakan, sedangkan tanaman mencakup
hanya yang dibudidayakan.
Bila
definisi organisme pengganggu tumbuhan tidak disikapi dengan hati-hati maka
justeru akan membingungkan. Gulma termasuk tumbuhan dan oleh karena itu, musuh
alaminya, menurut definisi di atas, merupakan organisme pengganggu tumbuhan.
Padahal sebenarnya, musuh alami gulma adalah sarana pengendalian dalam
perlindungan tanaman melalui tindakan pengendalian.. Perlindungan tanaman
didefinisikan sebagai “segala upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya
tanaman” maka perlindungan tanaman tidak mencakup perlindungan terhadap
tumbuhan liar, sekalipun terhadap gangguan yang disebabkan oleh OPT yang
mengancam kepunahan tumbuhan liar tersebut.
Konvensi
internasional yang dikenal dengan nama CITES (Convention on International
Trade of Endangered Species), semua negara yang telah meratifikasi konvensi
tersebut wajib melindungi tumbuhan di negaranya dari kepunahan, baik yang
disebabkan oleh OPT maupun perdagangan liar. Di Indonesia, karena perlindungan
tanaman didefinisikan sebagai “segala upaya untuk mencegah kerugian pada
budidaya tanaman” maka perlindungan tanaman tidak mencakup perlindungan
terhadap tumbuhan liar, sekalipun terhadap gangguan yang disebabkan oleh OPT
yang mengancam kepunahan tumbuhan liar tersebut. Bagaimana dengan kerusakan,
gangguan terhadap kehidupan, atau kematian tanaman yang disebabkan oleh pencuri
? Pencuri (manusia), jelas menimbulkan kehilangan hasil. Beberapa definisi
mengenai perlindungan tanaman, di antaranya definisi menurut Wikipedia,
memasukkan pencuri sebagai OPT. Karena pencuri saja dapat digolongkan sebagai
OPT, apalagi ternak yang dibiarkan berkeliaraan oleh pemiliknya sehingga dapat
merusak, mengganggu kehidupan, atau bahkan menyebabkan kematian tanaman, dengan
sendirinya dapat digolongkan sebagai OPT. Hal yang sama juga berlaku bagi satwa
liar yang dilindungi seperti gajah, bila masuk ke permukiman penduduk dan
merusak, mengganggu kehidupan, atau mematikan tanaman maka dapat berstatus
sebagai OPT. Hanya saja, karena manusia, ternak, dan satwa liar tidak dapat
disamakan dari segi nilainya dengan jenis OPT lainnya maka upaya perlindungan
tanaman terhadap pencurian dan gangguan yang disebabkan oleh ternak dan satwa
liar tidak dapat sama dengan yang dilakukan oleh hama atau patogen, yaitu
dengan membunuhnya (apalagi dengan pestisida). Untuk OPT khusus ini
perlindungan tanaman dilakukan secara khusus, misalnya pencuri dilakukan dengan
memberikan sanksi hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Perlakuan yang berbeda juga berlaku bagi OPT berbahaya di negara asing
tetapi belum terdapat di Indonesia, yang karena potensi bahaya yang
ditimbulkannya ditetapkan sebagai OPT melalui peraturan perundang-undangan,
perlindungan tanaman terhadap OPT kategori ini dilakukan melalui tindakan
pencegahan masuk, menyebar, atau keluar oleh instansi karantina melalui
Undang-undang Karantina.
Definisi
organisme pengganggu tumbuhan sebagaimana yang telah diuraikan merupakan
definisi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga meskipun
agak rancu dan membingungkan, tetap harus diterima karena bersifat mengikat.
Meskipun demikian, pertanyaan yang timbul adalah bagaimana kaitan istilah
organisme pengganggu tumbuhan dengan istilah hama, penyakit, dan gulma yang
telah digunakan sebelum UU No. 12 ditetapkan? Hama dan gulma adalah organisme
sehingga dengan sendirinya merupakan kategori dari organisme pengganggu
tumbuhan, sedangkan penyakit bukan organisme, melainkan proses yang terjadi
pada tanaman ketika tanaman dirusak atau diganggu kehidupannya oleh organisme parasit.
Oleh karena itu, penyakit bukan merupakan organisme pengganggu tumbuhan. Yang
justeru merupakan organisme pengganggu tumbuhan dalam hal ini adalah organisme
tertentu yang menyebabkan tanaman mengalami kerusakan dan gangguan. Organisme
semacam ini adalah organisme yang menjadi penyebab terjadinya penyakit atau
lazim disebut patogen. Dengan demikian, organisme pengganggu tumbuhan terdiri
atas hama, patogen, dan gulma (bukan terdiri atas hama, penyakit, dan gulma).
Lalu
bagaimana dengan istilah hama pada konsep pengendalian hama terpadu, apakah
tidak mencakup patogen dan gulma? Adanya istilah terpadu dalam konsep ini
mengindikasikan bahwa istilah hama dalam hal ini bermakna sama dengan organisme
pengganggu tumbuhan, yang memadukan hama, patogen, dan gulma. Dalam makna luas
(sensu lato), istilah hama berarti hama, patogen, dan gulma yang "dapat
merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan". Penjelasan
dalam UU No. 12 Tahun 1992 maupun dalam PP No. 6 Tahun 1995 tentang
Perlindungan Tanaman yang diberikan adalah mengenai pengendalian hama terpadu
adalah upaya pengendalian populasi atau
tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan satu atau
lebih dari berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu kesatuan,
untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan
hidup.
Perlindungan
tanaman (proteksi tanaman) didefinisikan sebagai "segala upaya untuk
mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh organisme
pengganggu tumbuhan", sedangkan organisme pengganggu tumbuhan didefinsikan
sebagai "semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau
menyebabkan kematian tumbuhan". Dari kedua definisi dari UU No. 12 Tahun
1992 maupun dalam PP No. 6 Tahun 1995 dapat diapahami bahwa perlindungan
tanaman tidak mencakup gangguan yang bukan disebabkan oleh organisme. Namun
demikian, perlindungan tanaman mestinya mencakup gangguan yang disebabkan oleh
kekurangan atau kelebihan unsur hara (nutrients) maupun gangguan karena
faktor lingkungan yang kurang mendukung (unfavourable environment) yang
menjadi faktor predisposisi timbulnya gangguan OPT, sebagaimana yang dimaksud
dalam buku-buku teks mengenai perlindungan tanaman, yang memasukkan gangguan ‘non-pathogenic
atau abiotic agent,
menjadi bagian dari perlindungan tanaman.
Biologi
dan ekologi memang merupakan ilmu dasar yang sangat diperlukan untuk dapat
memahami OPT dan kerusakan, gangguan kehidupan, atau kematian yang
disebabkannya terhadap tanaman. Namun untuk dapat melindungi tanaman terhadap
OPT, selain diperlukan pengetahuan mengenai biologi dan ekologi OPT sasaran,
juga diperlukan:
a. pengetahuan mengenai kebijakan
pemerintah dalam bidang perlindungan masyarakat,
b. keperdulian masyarakat terhadap
permasalahan perlindungan tanaman,
c.
kesanggupan
petani untuk melaksanakan perlindungan tanaman sebagai tanggung jawab
sebagaimana diamatkan oleh peraturan perundang-undangan, dan berbagai faktor
lainnya.
Pada
dasarnya, karena perlindungan tanaman merupakan upaya maka akan membutuhkan
tenaga, waktu, dan biaya sehingga pada akhirnya, apakah petani akan melakukan
atau tidak, akan bergantung pada perhitungan untung rugi. Oleh karena itu,
sejauh mana kemudian perlindungan tanaman menjadi penting, akan bergantung pada
bagaimana seseorang dapat memahami permasalahan perlindungan tanaman secara
mendalam, utuh, dan menyeluruh. Mereka yang mengatakan perlindungan tanaman
penting hanya atas dasar pertimbangan biologi dan ekologi akan sulit dapat
diterima oleh mereka yang, karena keterbatasan pendidikannya atau
kekurangpeduliannya, tidak menyadari bahwa OPT menyebabkan kehilangan hasil
yang sedemikian besar. Kalaupun menyadari bahwa OPT dapat menyebabkan
kehilangan hasil yang merugikan, mereka tidak dapat melakukan upaya
perlindungan yang diperlukan karena kesulitan biaya atau karena enggan
melanggar kebiasaan yang berlaku di masyarakat.
Penjelasan
di atas mungkini bukannya memperjelas tetapi justeru menimbulkan dua
permasalahan baru. Pertama, pengendalian organisme pengganggu tumbuhan
didefinisikan semata-mata berdasarkan atas dasar populasi atau tingkat
serangan, tanpa mencakup nilai dari tumbuhan yang dirusak, diganggu, atau
dimatikan. Kedua, definisi ini menyiratkan seakan-akan pengendalian hama hanya
mencakup tindakan pengendalian, padahal sebagai sistem perlindungan tanaman
pengendalian hama seharusnya juga mencakup pencegahan masuk/keluarnya
pengganggu, pengendalian, dan eradikasinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar