Senin, 18 November 2013

OPT UTAMA PADA TANAMAN JAGUNG DAN CARA PENGENDALIANNYA *)



Ir. Bambang Purnomo, MP.
                                                     Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Jagung merupakan komoditas pangan penting setelah padi yang mendapat prioritas dalam peningkatan ketahanan pangan dan pakan di Indonesia. Permintaan jagung di Bengkulu hingga saat ini (2013) masih dominan dari kalangan peternak dan pengusaha makanan ringan, dan pasokan jagung masih tetap mengandalkan produksi dari provinsi lain, karena produksi Bengkulu belum mencukupi kebutuhan sendiri. Upaya pengembangan jagung di Bengkulu masih banyak mendapatkan hambatan dari faktor biotik dan abiotik.  Faktor biotik yang menjadi hambatan adalah serangan hama dan penyebab penyakit jagung.  Faktor abiotik yang menjadi hambatan dalam pengembangan jagung adalah perubahan iklim. Apakah pengembangan jagung di propinsi Bengkulu juga mengalami hambatan seperti tersebut. Coba kita cermati tabel berikut ini :
 Selama 10 tahun terakhir ini ternyata di Bengkulu terjadi penurunan produksi Jagung dari tahun 1998-2004, meskipun luas lahan tidak terjadi penurunan, tetapi bila kita lebih mencermati tabel di atas ternyata di Bengkulu sejak tahun 2005 terjadi peningkatan produksi Jagung dari ± 2 ton/ha berangsur-angsur menjadi ± 4,5 ton/ha pada tahun kemaren (2012) yang sekaligus menjadi produksi jagung per hektar tertinggi selama 10 tahun terakhir ini. Produksi tertinggi Bengkulu ternyata masih berkisar pada produksi rata-rata per hektar nasional (4,5 ton/ha). Rata-rata produksi per hektar Bengkulu selama 10 tahun terakhir ini hanya ± 2,5 ton/ha, sementara potensi produksi dari benih Jagung berlabel berkisar 6 – 20 ton/ha dan hasil seleksi dari peneliti Bengkulu di bidang pemuliaan tanaman jagung unggul telah menemukan varietas yang mampu memproduksi 11 ton/ha yang ditanam di daerah Rejang Lebong dan Kepahiang. Oleh karena itu perlu kita tinjau penyebab rendahnya produksi jagung di Bengkulu dan kita harus mewaspadai berkembangnya OPT yang akan mengganggu tanaman jagung para petani akibat pergantian musim yang tak menentu, seperti yang terjadi tahun 2013 ini.  Kemarau basah tahun ini bisa menimbulkan banyak masalah, antara lain sejumlah hama dan patogen penyebab penyakit akan berkembang lebih cepat dari biasanya (suhu udara sudah panas tetapi tanah masih lembab).

Di awal tulisan ini, penulis telah menyampaikan bahwa terdapat hambatan dari faktor biotik dan abiotik dalam meningkatkan produksi Jagung. Kedua faktor tersebut sering tidak berdiri sendiri-sendiri di dalam mempengaruhi kehidupan tanaman jagung, tetapi yang lebih sering adalah terjadinya interaksi antara faktor biotik dan abiotik yang mengakibatkan kemampuan produksi tanaman Jagung menurun. Perubahan faktor biotik yang ekstrem sering juga mengakibatkan perubahan perilaku faktor biotik yang ekstrem juga.
Di dalam makalah ini, penulis akan sedikit lebih dahulu menyampaikan faktor-faktor biotik atau OPT utama pada tanaman Jagung yang kemudian akan sedikit dikaitkan dengan faktor abiotiknya dan dengan sendirinya pengendaliannya.
Menurut Balai Penelitian Tanaman Serealia (2011) organisme penyebab penyakit tanaman Jagung yang umum adalah penyebab penyakit bulai, busuk batang, busuk pelepah, karat daun, hawar daun, bercak daun, dan virus mosaik kerdil, sedangkan herbivora (hama)nya adalah lalat bibit, penggerek tongkol, ulat grayak, penggerek batang, dan kumbang bubuk. Faktor abiotik yang langsung mempengaruhi tanaman Jagung adalah kahat NPK dan kahat unsur mikro terutama S, Mg, Zn, dan Fe..
BULAI JAGUNG
Penyakit bulai  (downey mildew) disebabkan oleh serangan jamur Peronosclerospora maydis, merupakan penyakit membahayakan bagi tanaman jagung karena dapat mengakibatkan gagal panen. Gejala khasnya daun berwarna putih yang semula dicirikan adanya garis-garis sejajar tulang daun pada permukaan daun berwarna putih atau kuning. Tanaman muda (umurnya kurang sebulan) merupakan periode tanaman rentan terhadap serangan bulai yang didukung kelembaban di atas 80%, suhu sedikit hangat (28-30°C) dan adanya embun di pertanaman. Serangan pada jagung dilakukan oleh konidia jamur melalui stomata. Pengendalian utama yang efektif dapat kita lakukan adalah menanam jenis tahan dan mengantisipasi waktu tanam tidak bersamaan dengan embun di malam hari.
KARAT DAUN
Gejala penyakit karat (rust) berupa bintik kecil (postul) tak beraturan berwarna coklat seperti karat besi pada daun jagung, gejala lebih lanjut daun akan mengering. Penyakit karat daun  disebabkan oleh serangan jamur Pucinia maydis, P.sorghi, atau P.polysora. Jamur P.polysora terdapat di seluruh Indonesia dan serangan berat dapat menimbulkan kerugian mencapai 70% sehingga dapat dikategorikan sebagai penyakit utama juga. Serangan P.polysora terdapat di daerah basah bersuhu agak tinggi (>26oC), seperti Bengkulu utara dan selatan, sedangkan P.sorghi lebih banyak terdapat di daerah bersuhu agak rendah (16-23oC), seperti Rejang Lebong dan Kepahiang. Jenis Jagung yang rentan terhadap karat biasanya Jagung manis, sedangkan jenis jagung biasa kurang begitu dirasa merugikan. Pengendalian secara khusus untuk penyakit karat belum kita lakukan kecuali menanam jenis-jenis tahan dari segi pendekatan dataran tinggi atau dataran rendah. Jenis Jagung yang tahan karat di dataran tinggi biasanya tidak tahan terhadap serangan karat dataran rendah (P.polysora), dan sebaliknya jenis Jagung yang tahan karat dataran rendah juga tidak tahan terhadap serangan karat dataran tinggi (P.sorghi).
HAWAR DAUN
Gejala penyakit hawar daun (leaf blight) berupa bercak-bercak melebar tak beraturan berwarna coklat pada daun dan pelepah, gejala lebih lanjut daun akan mengering. Penyakit hawar disebabkan oleh serangan jamur Helminthosporium atau Dreschlera maydis. Serangan bulai didukung kelembaban di atas 80%, suhu sedikit hangat (28-30°C) dan adanya embun  Serangan bulai dapat dikendalikan dengan menanam jenis tahan, dan mengantisipasi waktu tanam tidak bersamaan dengan embun di malam hari

 
LALAT BIBIT (Atherigona exigua)
Belatung lalat Atherigona exigua menyerang kecambah atau biji yang baru tumbuh. Pengendalian yang biasa dilakukan dengan perlakuan benih (seed treatment) dan perawatan tanah (soil treatment) sebelum tanam menggunakan pestisida



PENGGEREK TONGKOL DAN BATANG
Gejala serangan dari Ulat Penggerek Tongkol Jagung (Heliotthis armigera) diperoleh tongkol yang terserang berlubang lubang dan jagung menjadi kuning, Gejala serangan Ulat Penggerek Batang Jagung (Ostrinia furnacalis) diperoleh pada batang jagung yang terserang berlubang-lubang dan batang menjadi layu. Pengerek batang jagung (Ostrinia furnacalis) merupakan hama utama jagung di Asia. Di lapang, imago mulai meletakkan telur pada tanaman yang berumur dua minggu. Puncak peletakan telur terjadi pada stadia pembentukan bunga jantan. sampai keluarnya bunga jantan. Serangga betina lebih suka meletakkan telur di bawah permukaan daun. Oleh karena itu jika hama ini akan dikendalikan menggunakan pestisida maka dilakukan pada saat ini agar larva (ulat) yang baru menetas akan langsung mati. Pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami  Parasit telur penggerek tongkol (Trichogramma sp), Parasit larva muda penggrek tongkol Eriborus argentitiopilosa, Pemanfaatan Metarhizium anisopliae, bakteri Bacillus thurigensis dan lain-lain
   KESIMPULAN
1.      Tahun 2013/2014 ini mungkin terjadi kemarau basah, sehingga Suhu udara  panas tetapi tanah dan atmosfer lembab, sehingga kita harus waspada terhadap kemungkinan serangan OPT sampai tingkat paling parah
2.      Kita perlu koordinasi untuk memanipulasi lingkungan (ekosistem) pertanaman jagung supaya ekosistem yang tersedia sesuai dengan kebutuhan tanaman jagung untuk hidup secara optimal
*) disampaikan pada rapat koordinasi Dinas Pertanian Propinsi Bengkulu, 12-13 Nopember 2013

Jumat, 28 Juni 2013

ORGANISME PENGGANGGU UTAMA PADA TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA *



Bambang Purnomo, Ir., MP. **

Abstrak
Organisme pengganggu tanaman (OPT) mengganggu tanaman padi mulai dari awal masa pertumbuhan sampai dengan panen dan pasca panen. Rata-rata produksi padi di Bengkulu masih di bawah rata-rata produksi nasional yang salah satunya diakibatkan oleh faktor pengendalian OPT-nya. Ada tiga kelompok OPT yang sering ditempatkan pada status OPT utama atau dijadikan sasaran utama di dalam pelaksanaan pengendalian OPT, yaitu yang endemik, sporadik, dan migran. Pengendalian seyogyanya ditujukan kepada adanya keseimbangan umum bukan mengandalkan pestisida kimia yang merusak alam. Pengendalian menuju keseimbangan umum merupakan suatu sistem pengendalian yang baik dimana tidak dari segi keampuhan membunuh atau mengusir OPT saja melainkan juga memperhatikan aspek ekologis. Cara pengendalian seperti itu biasanya kita sebut pengendalian hama-penyakit terpadu (PHPT). Hal yang terpenting dalam pengendalian OPT adalah melakukan monitoring populasi hama dan kerusakan tanaman sehingga penggunaan teknologi pengendalian dapat ditetapkan dan dimaksimalkan usaha pencegahannya (preventif). Pencegahan serangan OPT dan penciptaan keseimbangan umum hanya dapat terlaksana jika unsur-unsur yang terlibat di dalamnya saling mendukung
*     Disampaikan pada Koordinasi Penanggulangan OPT/DPT Padi 27-28 Juni 2013 Prov. Bengkulu
**    Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu


Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Padi merupakan sumber pangan utama, sebagian besar penduduk Indonesia mengonsumsi olahan padi. Oleh karena itu budidaya tanaman padi dilakukan secara besar-besaran di berbagai daerah di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan, ketahanan, dan permintaan pangan. Usaha meningkatkan produksi padi secara nasional sudah berjalan lebih dari 40 tahun dihitung sejak program Bimas Gotong Royong yang diterapkan di kawasan pantura melalui teknologi tri usaha tani berupa penggunaan varietas unggul PB5 dan PB8, pemupukan, dan penyemprotan hama dari udara. Usaha tersebut berhasil meningkatkan produksi beras menjadi 11-12,5 juta ton pada era tahun 1960-an akhir sampai awal 1970-an pada panca usaha tani. Sejak tahun 1989 dikembangkan program pengendalian hama terpadu (PHT) dan program ini telah membawa Indonesia diakui oleh dunia internasional karena berhasil mengembangkan pengendalian terpadu padi. Tahun 1998 Indonesia mengalami reformasi politik sehingga pengendalian terpadu yang programnya di titipkan kepada program Bimas seakan mati suri dan sampai sekarang (2013) tampaknya belum siuman. Hal ini mengakibatkan kecenderungan pengendalian hama dan penyakit padi menjadi kurang terkoordinasi.
Organisme pengganggu tanaman (OPT) yang mengganggu tanaman padi cukup menonjol sejak awal masa pertumbuhan sampai dengan menjelang panen bahkan pasca panen. Gangguan atau serangan pada setiap tahap pertumbuhan tanaman padi akan berpengaruh pada tingkat yang berbeda-beda mulai dari penurunan hasil sampai puso. Oleh karena itu kita mesti jeli dalam memperhatikan peran-peran OPT di daerah kita masing-masing tentang status OPT-nya. Di dalam makalah ini saya hanya membatasi hama dan organisme penyebab penyakit yang dibahas sebagai OPT tanaman padi, sedangkan gulma sebagai OPT tanaman padi mungkin akan dibahas di lain makalah dan lain penulis.
Meskipun dalam satuan luasan yang relatif sempit, akhir-akhir ini di provinsi Bengkulu muncul hama yang outbreak di pertanaman padi dan mungkin penyakit yang kurang termonitor. Sebagai contoh bulan Juni 2012 hama wereng menyerang tanaman padi di desa Tunggang kecamatan Lebong Utara warga mengeluh akibat racun yang disemprotkan tidak mempan. Bulan Februari 2013 terdapat lebih dari 40 hektare padi sawah milik petani di desa Taba Terunjam, Kecamatan Karang Tinggi, Kabupaten Bengkulu Tengah diserang ulat gerayak dan tiga bulan yang lalu (Maret 2013) puluhan hektare tanaman padi di desa Kota Baru Kecamatan Uram Jaya, Lebong diserang hama ulat putih. Sedikit contoh tersebut mengingatkan kepada kita semua bahwa kita mesti waspada dan berkoordinasi untuk mengendalikannya dengan prioritas mencegah kerugian petani. Menurut BPS pertanian tahun 2010, produksi padi di Bengkulu sebanyak  516 868 ton dari luasan panen hasil 133.629 ha. atau rata-rata produksinya 3,9 ton/ha yang di bawah rata-rata produksi nasional 5 ton/ha. Rendahnya rata-rata produksi padi di Bengkulu dapat juga diakibatkan oleh faktor pengendalian OPT-nya.
Kalau boleh saya meminjam istilah epidemiologi penyakit tanaman, ada tiga kelompok OPT yang sering kita tempatkan pada status OPT utama atau dijadikan sasaran utama di dalam pelaksanaan pengendalian OPT. Kelompok pertama OPT yang terdapat merata dan terjadi terus menerus di setiap musim tanam (endemik), kedua OPT yang hanya terdapat di sana-sini dan kurang meningkat (sporadik) tetapi akan sangat meningkat jika  dipicu oleh lingkungan mencekam dan ketiga adalah OPT migran yang di daerah asal menimbulkan outbreak (epidemi). Contoh OPT endemik misalnya Helmintosporium oryzae atau Desclera oryzae penyebab penyakit bercak coklat dan wereng coklat (Nilaparvata lugens), Contoh OPT sporadik misalnya jamur Pyricularia oryzea penyebab penyakit blast, Ulat grayak (Spodoptera mauritia), ulat putih (Nymphula depunctalis), tikus sawah (Rattus argentiventer), tikus semak (R exulans) dan walang sangit (Leptocorisa acuta), sedangkan contoh OPT migran misalnya keong mas (Pomace canaliculata), bakteri daun bergaris (Leaf streak Xanthomonas oryzae pv. oryzicola).
Pengendalian yang ditujukan kepada adanya keseimbangan umum merupakan jawaban dari segala permasalahan yang kompleks dalam masalah hama dan penyakit tanaman padi yang selama ini pengendaliannya masih banyak mengandalkan pestisida kimia yang merusak alam. Pengendalian menuju keseimbangan umum merupakan suatu sistem pengendalian yang baik dimana tidak dari segi keampuhan membunuh atau mengusir OPT saja melainkan juga memperhatikan aspek ekologis. Pertanyaan petani yang berhubungan dengan “racun apa yang dapat mengendalikan hama X dan penyakit Y ?’ atau rekomendasi PPL yang menganjurkan penggunaan pestisida tertentu untuk menjawab pertanyaan petani tersebut merupakan bukti bahwa pengendalian hama dan penyakit sampai sekarang masih mengandalkan aspek membunuh pengganggu yang kurang mempertimbangkan aspek ekologisnya. Berikut ini adalah beberapa OPT yang sering dijadikan sasaran utama pengendalian OPT tanaman padi.
1.     Penyakit blas (Pyricularia grisea) gejalanya dapat timbul pada daun, batang, malai, dan gabah, tetapi yang umum adalah pada daun dan pada leher malai. Gejala pada daun berupa bercak-bercak berbentuk seperti belah ketupat dengan ujung runcing. Pusat bercak berwarna kelabu atau keputih-putihan dan biasanya memmpunyai tepi coklat atau coklat kemerahan. Gejala penyakit blas yang khas adalah busuknya ujung tangkai malai yang disebut busuk leher (neck rot). Tangkai malai yang busuk mudah patah dan menyebabkan gabah hampa. Pada gabah yang sakit terdapat bercak-bercak kecil yang bulat.Tingkat keparahan penyakit blas sangat dipengaruhi oleh kelebihan nitrogen dan kekurangan air. Oleh karena itu pengendalian blast yang berkaitan dengan pencegahan dapat dilakukan dengan pemupukan yang seimbang dan mengatur kebutuhan air oleh tanaman. Patogen blast sangat mudah membentuk ras baru sehingga pengendalian dengan penggunaan varietas yang semula tahan akan menjadi rentan setelah ditanam beberapa musim dan varietas yang tahan di satu tempat mungkin rentan di tempat lain.


2.   Penyakit bercak daun coklat disebabkan oleh jamur Helminthosporium oryzae atau Desclera oryzae bergajala khas yaitu bercak coklat pada daun berbentuk oval yang merata di permukaan daun dengan titik tengah berwarna abu-abu atau putih. Bercak yang masih muda berwarna coklat gelap atau keunguan berbentuk bulat. Pada varietas yang peka panjang bercak  dapat mencapai panjang 1 cm. Pada serangan berat, jamur dapat menginfeksi gabah dengan gejala bercak berwarna hitam atau coklat gelap pada gabah.Perkembangan penyakit sangat erat hubungannya dengan keadaan hara tanah khususnya nitrogen, kalium, magnesium, dan mangan, sehingga penyakit ini dapat lebih berkurang jika tanaman dipupuk dengan pupuk mikro.
3.  Penyakit bercak daun cercospora sering disebut bercak coklat sempit (narrow brown leaf spot) disebabkan oleh jamur Cercospora oryzae. Penyakit bercak daun cercospora merupakan penyakit yang sangat merugikan terutama pada sawah tadah hujan. Gejala penyakit timbul pada daun berupa bercak-bercak sempit memanjang, berwarna coklat kemerahan, sejajar dengan ibu tulang daun, dengan ukuran panjang kurang lebih 5 mm dan lebar 1-1,5 mm. Banyaknya bercak makin meningkat pada waktu tanaman membentuk anakan. Pada serangan yang berat bercak-bercak terdapat pada upih daun, batang, dan bunga. Pada saat tanaman mulai masak gejala yang berat mulai terlihat pada daun bendera dan gejala paling berat menyebabkan daun mengering. Infeksi yang terjadi pada pelepah dan batang meyebabkan batang dan pelepah daun busuk sehingga tanaman menjadi rebah. Pengendalian penyakit bercak daun cercospora diprioritaskan dengan penanaman varietas tahan  dan perbaikan kondisi tanaman melalui keseimbangan pemupukan N, P, dan K. 
4.      Wereng hijau (Nephotettix virescens) umumnya tidak langsung merusak tanaman padi, tetapi bertindak sebagai penular atau vektor penyakit virus tungro.
5.      Wereng coklat (Nilaparvata lugens) memiliki tingkat kemampuan reproduksi yang tinggi jika keseimbangan populasinya terganggu oleh penanaman varietas peka, perubahan iklim (curah hujan), maupun kesalahan aplikasi insektisida yang menyebabkan resurjensi hama. Pengendalian wereng coklat harus dimulai sebelum tanam. Di daerah endemis wereng coklat, pada musim hujan harus ditanam varietas tahan wereng coklat. Gunakan berbagai cara pengendalian, mulai dari penyiapan lahan, tanam jajar legowo dan penggunaan insektisida.


6.      Walang sangit (Leptocorisa acuta) hanya menyerang tanaman yang sudah berbulir dengan cara menghisab butir-butir padi yang masih sangat muda. Biji yang sudah dihisap akan menjadi hampa atau agak hampa, yang kemudian kulit biji  akan berwarna kehitam-hitaman. Faktor yang mendukung yang mendukung populasi walang sangit antara lain sawah sangat dekat dengan hutan atau semak dan populasi gulma di sekitar sawah cukup tinggi.Pengendalian pencegahannya dilakukan penangkapan menggunakan unmpan bangkai (kepithing, katak, tikus dll) pada saat tanaman menjelang bunting.
7.      Keong mas (Pomace canaliculata) merupakan hama baru yang penyebarannya cukup luas. Kerusakan terjadi ketika tanaman masih muda karena mereka memotong pangkal batang. Pengendalian yang efektif adalah dengan mengambilnya beserta kumpulan telornya  dari lahan selagi populasinya masih rendah.


8.      Ulat grayak (Spodoptera litura) merupakan hama perusak daun yang mempunyai kisaran inang yang luas. Tanaman inangnya antara lain jagung, tomat, kapas, tembakau, padi, kakao, jeruk, ubi jalar, kacang tanah, jarak, kedelai, kentang, dan kubis. Pengendalian ulat grayak agak sulit dilakukan karena seringkali serangan terjadi secara mendadak dan tidak diduga sebelumnya. Untuk mengendalikan ulat grayak diantaranya yaitu dengan pengendalian secara mekanis dan fisik yaitu dengan mengumpulkan kemudian membinasakan kelompok telur dan ulat yang ada di pertanaman. Pengambilan ini jangan sampai terlambat, sebab apabila ulat telah besar mereka akan bersembunyi di dalam tanah.
 


9.      Penggerek batang merusak tanaman padi pada berbagai fase pertumbuhan. Umumnya ada 4 jenis penggerek batang padi, yaitu penggerek batang padi kuning (Tryporyza incertulas), penggerak batang padi bergaris (Chilo suppressalis), penggerek batang padi putih (Tryporyza innotata), dan penggerek batang padi merah jambu (Sesamia inferens). Kerusakan tanaman yang diakibatkan oleh semua jenis hama penggerek batang adalah sama, yaitu matinya pucuk tanaman pada stadia vegetatif (sundep) dan malai yang keluar hampa pada stadia generatif (beluk). Pengendalian mekanis dapat dilakukan dengan penangkapan ngengat jantan dengan memasang perangkap feromon, mengambil kelompok telur pada saat tanaman berumur 10-17 hari setelah semai, karena hama penggerek batang sudah mulai meletakkan telurnya pada tanaman padi sejak di pesamaian.

10.  Serangan tikus sawah ( Rattus argentiventer) dan tikus semak (R exulans) dapat terjadi sejak di pesemaian, pertanaman sampai pasca panen. Perkembangbiakan tikus mulai terjadi saat primordial dan terus berlangsung sampai fase generatif. Tikus jantan siap kawin pada umur 60 hari, sedangkan tikus betina siap kawin pada umur 8 hari. Masa bunting berlangsung selama 19-23 hari. Dua hari setelah melahirkan, tikus betina mampu kawin lagi. Untuk kelangsungan hidupnya, tikus memerlukan pakan, air dan tempat persembunyian. Pengendalian tikus harus sudah dilaksanakan pada saat tanaman padi di persemaian sampai anakan maksimum. Penanaman tanaman perangkap yang dipasangi bubu merupakan usaha pencegahan (preventif) yang baik. Untuk setiap + 10 ha dapat diwakili satu petak tanaman perangkap ukuran 20 m x 20 m.


Kesimpulan
  1.  Pelaksanaan pengendalian OPT tanaman padi semestinya lebih memprioritaskan aspek pencegahan dari pada memberantasnya.
  2. Di dalam sistem budidaya tanaman padi semestinya mengarah kepada penciptaan lingkungan yang tidak nyaman bagi OPT dan melakukan monitoring populasi hama dan kerusakan tanaman, sehingga ke masa depan tidak lagi mengandalkan pembunuhan OPT.
  3.  Pencegahan serangan OPT dan penciptaan lingkungan tak nyaman untuk OPT hanya dapat terlaksana jika unsur-unsur yang terlibat di dalamnya saling mendukung, misalnya antara masyarakat petani, PPL, dan kebijakan Pemerintah.

____________________BP®_____________________