Ir. Bambang Purnomo,
MP.
Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
Jagung
merupakan komoditas pangan penting setelah padi yang mendapat prioritas dalam
peningkatan ketahanan pangan dan pakan di Indonesia. Permintaan jagung di
Bengkulu hingga saat ini (2013) masih dominan dari kalangan peternak dan
pengusaha makanan ringan, dan pasokan jagung masih tetap mengandalkan produksi
dari provinsi lain, karena produksi Bengkulu belum mencukupi kebutuhan sendiri.
Upaya pengembangan
jagung di Bengkulu masih banyak mendapatkan hambatan dari faktor biotik dan
abiotik. Faktor biotik yang menjadi hambatan
adalah serangan hama dan penyebab penyakit jagung. Faktor abiotik yang menjadi hambatan dalam
pengembangan jagung adalah perubahan iklim. Apakah pengembangan jagung di
propinsi Bengkulu juga mengalami hambatan seperti tersebut. Coba kita cermati
tabel berikut ini :
Selama
10 tahun terakhir ini ternyata di Bengkulu terjadi penurunan produksi Jagung
dari tahun 1998-2004, meskipun luas lahan tidak terjadi penurunan, tetapi bila kita
lebih mencermati tabel di atas ternyata di Bengkulu sejak tahun 2005 terjadi
peningkatan produksi Jagung dari ± 2 ton/ha berangsur-angsur menjadi ± 4,5
ton/ha pada tahun kemaren (2012) yang sekaligus menjadi produksi jagung per
hektar tertinggi selama 10 tahun terakhir ini. Produksi tertinggi Bengkulu
ternyata masih berkisar pada produksi rata-rata per hektar nasional (4,5
ton/ha). Rata-rata produksi per hektar Bengkulu selama 10 tahun terakhir ini
hanya ± 2,5 ton/ha, sementara potensi produksi dari benih Jagung berlabel
berkisar 6 – 20 ton/ha dan hasil seleksi dari peneliti Bengkulu di bidang
pemuliaan tanaman jagung unggul telah menemukan varietas yang mampu memproduksi
11 ton/ha yang ditanam di daerah Rejang Lebong dan Kepahiang. Oleh karena itu
perlu kita tinjau penyebab rendahnya produksi jagung di Bengkulu dan kita harus
mewaspadai berkembangnya OPT yang akan mengganggu tanaman jagung para
petani akibat pergantian musim yang tak menentu, seperti yang terjadi tahun
2013 ini. Kemarau basah tahun ini bisa
menimbulkan banyak masalah, antara lain sejumlah hama dan patogen penyebab
penyakit akan berkembang lebih cepat dari biasanya (suhu udara sudah panas tetapi
tanah masih lembab).
Di
awal tulisan ini, penulis telah menyampaikan bahwa terdapat hambatan dari
faktor biotik dan abiotik dalam meningkatkan produksi Jagung. Kedua faktor
tersebut sering tidak berdiri sendiri-sendiri di dalam mempengaruhi kehidupan
tanaman jagung, tetapi yang lebih sering adalah terjadinya interaksi antara
faktor biotik dan abiotik yang mengakibatkan kemampuan produksi tanaman Jagung
menurun. Perubahan faktor biotik yang ekstrem sering juga mengakibatkan
perubahan perilaku faktor biotik yang ekstrem juga.
Di
dalam makalah ini, penulis akan sedikit lebih dahulu menyampaikan faktor-faktor
biotik atau OPT utama pada tanaman Jagung yang kemudian akan sedikit dikaitkan
dengan faktor abiotiknya dan dengan sendirinya pengendaliannya.
Menurut
Balai Penelitian Tanaman Serealia (2011) organisme penyebab penyakit tanaman
Jagung yang umum adalah penyebab penyakit bulai, busuk batang, busuk pelepah,
karat daun, hawar daun, bercak daun, dan virus mosaik kerdil, sedangkan
herbivora (hama)nya adalah lalat bibit, penggerek tongkol, ulat grayak,
penggerek batang, dan kumbang bubuk. Faktor abiotik yang langsung mempengaruhi
tanaman Jagung adalah kahat NPK dan kahat unsur mikro terutama S, Mg, Zn, dan
Fe..
BULAI
JAGUNG
Penyakit bulai (downey mildew) disebabkan oleh serangan jamur Peronosclerospora maydis,
merupakan penyakit membahayakan bagi tanaman jagung karena dapat mengakibatkan
gagal panen. Gejala khasnya daun berwarna putih yang semula dicirikan adanya
garis-garis sejajar tulang daun pada permukaan daun berwarna putih atau kuning.
Tanaman muda (umurnya kurang sebulan) merupakan periode tanaman rentan terhadap
serangan bulai yang didukung kelembaban di atas 80%, suhu sedikit hangat (28-30°C)
dan adanya embun di pertanaman. Serangan pada jagung dilakukan oleh konidia
jamur melalui stomata. Pengendalian utama yang efektif dapat kita lakukan
adalah menanam jenis tahan dan mengantisipasi waktu tanam tidak bersamaan
dengan embun di malam hari.
KARAT DAUN
Gejala penyakit karat (rust) berupa bintik kecil (postul)
tak beraturan berwarna coklat seperti karat besi pada daun jagung, gejala lebih
lanjut daun akan mengering. Penyakit karat daun disebabkan oleh serangan jamur Pucinia maydis,
P.sorghi, atau P.polysora.
Jamur P.polysora terdapat di seluruh Indonesia dan serangan berat dapat
menimbulkan kerugian mencapai 70% sehingga dapat dikategorikan sebagai penyakit
utama juga. Serangan P.polysora terdapat di daerah basah bersuhu agak
tinggi (>26oC), seperti Bengkulu utara dan selatan, sedangkan P.sorghi
lebih banyak terdapat di daerah bersuhu agak rendah (16-23oC),
seperti Rejang Lebong dan Kepahiang. Jenis Jagung yang rentan terhadap karat
biasanya Jagung manis, sedangkan jenis jagung biasa kurang begitu dirasa
merugikan. Pengendalian secara khusus untuk penyakit karat belum kita lakukan
kecuali menanam jenis-jenis tahan dari segi pendekatan dataran tinggi atau
dataran rendah. Jenis Jagung yang tahan karat di dataran tinggi biasanya tidak
tahan terhadap serangan karat dataran rendah (P.polysora), dan
sebaliknya jenis Jagung yang tahan karat dataran rendah juga tidak tahan
terhadap serangan karat dataran tinggi (P.sorghi).
HAWAR
DAUN
Gejala penyakit hawar
daun (leaf blight) berupa bercak-bercak
melebar tak beraturan berwarna coklat pada daun dan pelepah, gejala lebih
lanjut daun akan mengering. Penyakit hawar disebabkan oleh serangan jamur Helminthosporium
atau Dreschlera maydis. Serangan
bulai didukung kelembaban di atas 80%, suhu sedikit hangat (28-30°C) dan adanya
embun Serangan bulai dapat dikendalikan dengan menanam jenis tahan, dan mengantisipasi
waktu tanam tidak bersamaan dengan embun di malam hari
LALAT
BIBIT (Atherigona exigua)
Belatung lalat Atherigona exigua menyerang
kecambah atau biji yang baru tumbuh. Pengendalian yang biasa dilakukan dengan
perlakuan benih (seed treatment) dan perawatan tanah (soil treatment) sebelum
tanam menggunakan pestisida
PENGGEREK TONGKOL DAN BATANG
Gejala serangan
dari Ulat Penggerek Tongkol Jagung (Heliotthis armigera) diperoleh tongkol yang terserang
berlubang lubang dan jagung menjadi kuning, Gejala
serangan Ulat Penggerek Batang Jagung (Ostrinia
furnacalis) diperoleh pada batang jagung yang terserang
berlubang-lubang dan batang menjadi layu. Pengerek batang jagung (Ostrinia
furnacalis) merupakan hama utama jagung di Asia. Di lapang, imago mulai
meletakkan telur pada tanaman yang berumur dua minggu. Puncak peletakan telur
terjadi pada stadia pembentukan bunga jantan. sampai keluarnya bunga jantan.
Serangga betina lebih suka meletakkan telur di bawah permukaan daun. Oleh
karena itu jika hama ini akan dikendalikan menggunakan pestisida maka dilakukan
pada saat ini agar larva (ulat) yang baru menetas akan langsung mati. Pengendalian
dengan memanfaatkan musuh alami Parasit telur penggerek
tongkol (Trichogramma sp), Parasit larva
muda penggrek tongkol Eriborus argentitiopilosa, Pemanfaatan Metarhizium
anisopliae, bakteri Bacillus thurigensis dan lain-lain
KESIMPULAN
1.
Tahun 2013/2014 ini mungkin terjadi kemarau basah,
sehingga Suhu udara panas tetapi tanah
dan atmosfer lembab, sehingga kita harus waspada terhadap kemungkinan serangan
OPT sampai tingkat paling parah
2.
Kita perlu koordinasi untuk memanipulasi lingkungan
(ekosistem) pertanaman jagung supaya ekosistem yang tersedia sesuai dengan
kebutuhan tanaman jagung untuk hidup secara optimal
*) disampaikan pada rapat koordinasi Dinas Pertanian Propinsi Bengkulu, 12-13 Nopember 2013