Minggu, 07 Oktober 2012

SAPERANGAN MEMAYU HAYUNING PRIBADI Bambang Purnomo



 1. Di segala hal jangan terlalu bisa (sok tau) untuk memastikan, sebab banyak kejadian yang sangat banyak penyabab faktor kejadiannya yang dapat menyebabkan hal yang tak terduga efek samping dari hal tersebut. Seperti sebuah kata bijak yang pernah ada,”(bahwa) yang disebut manusia itu memang kewajibannya untuk selalu berusaha, akan tetapi kepastian adalah (tetap) selalu di tangan Tuhan yang Maha Tau (Allah)”. Jadi, tidak semestinya kalau manusia itu mengetahui ha-hal yang belum terjadi, kalaupun dapat (kesempatan) untuk mengetahuinya sebaiknya tidak diberitahukan kepada setiap orang secara jelas dan gamblang, sebab ketika digunakan untuk keperluan yang tidak baik akan mencelakakan yang memberi tahukan dan yang diberitahu
2.      Bertingkah laku dengan mengedepankan kesabaran itu diibaratkan sebuah hal yang sangat indah dalam sebuah kehidupan, sama seperti sebuah perkataan yang umum diucapkan : “(berlaku) sabar itu adalah jalan utama untuk mendapatkan jalan surga”, yang dimaksud disini adalah ketentraman dan kedamaian (dalam menjalani kehidupan)”. Sabar, adalah “seperti” kemampuan untuk membawa segala macam percobaan dalam menjalani kehidupan yang akan dapat untuk mendewasakan diri. (akan tetapi kesabaran itu) juga bukan berarti tidak mempunyai pengaharapan di kerenakan “tidak berdaya lagi” untuk berjuang demi sebuah harapan, Lawan katanya (adalah) malah terlalu besar dalam sebuah harapan dan (berharap) seolah olah mampu untuk mendapatakan apa saja yang ada di dunia ini (tanpa disertai rasa mawas diri dan kesabaran)
3.      Keadaan di dunia ini tidak ada yang tetap abadi, selalu berubah dan bergerak, Jikalau dirimu kebetulan “mempunyai” harta kekayaan dan “sedang menjabat” (jabatan/berpangkat dalam sebuah pekerjaan) jangan terus merubah kebiasaan dengan tidak menghargai orang lain (menganggap remeh orang lain), selalu mengedepankan (kemampuan) kekuasaannya untuk berbuat se-mau gue kepada setiap orang tanpa mau menghiraukan orang lain, Ingat (kepastian dari Sang Pencipta) kalau kekayaan itu mudah sekali jalannya untuk hilang, Jabatan sewaktu waktu juga dapat tidak kita jabat lagi (sebab jabatan itu adalah titipan)
4.      Alangkah bagusnya ketika orang yang lagi mendapatkan “keberuntungan” dan mendapat “kebahagiaan” itu selalu tetap ingat dan selalu bersyukur kepada yang Maha Mamberi. Selalu ingatlah (kepada kesabaran / “kebijaksanaan”/ “jalan utama menuju surga”) jika selalu berbuat seperti itu, selain dapat untuk menghilankan sifat (watak) sombong juga dapat menerangkan pada diri kita sebuah rasa ikut merasakan perasaan bahwa manusia itu di lahirkan di alam dunia fana ini sebenarnya hanya menjadi “jalan” atau sebab untuk selalu menolong dan membantu kepada semua hal yang menjadi ciptaan Sang Semesta. (selalu) mengendalikan segala kesusahan/kesengsaraan. Jika ini dilakukan terus-menerus maka akan memelihara kedamaian Dunia (memayu hayuning bawana)
5.      Janganlah selalu menonjol nonjolkan segala macam kelebihan anda, apalagi selalu memamerkan kekayaan dan kepandaian anda, hasilnya perbuatan seperti itu hanya membuat dirimu menjadi cibiran orang lain dan dianggap tidak penting gitu hloo…. Lebih baik ikutilah perilaku dari tanaman padi, padi yang berisi pasti merunduk (maksudnya adalah mengedepankan sopan dan santun), padi yang belum merunduk menandakan bahwa padi tersebut kosong tanpa isi pada bulir padinya (kesombongan sebenarnya adalah keinginan untuk selalu diakui orang lain tanpa adanya penghargaan kepada orang lain)
6.      Merasa serba punya (rumangsa sarwa duwe)  dan ‘serba punya rasa (sarwa duwe rumangsa)’, itu kalau ditulis jelas hanya di bolak balik saja, akan tetapi sebenarnya artinya berbeda jauh ibaratkan bumi dan langit. Kalimat yang pertama menjelaskan sifat yang selalu menonjolkan, sombong bengis dalam segala perbuatannya, jika ingin mencapai sesuatu keinginan selalu mengunakan berbagai macam cara, semua perbuatan yang tecelapun dilakukannya untuk mendapatkan keinginannya. Sedang kalimat yang kedua artinya adalah penuh dengan belas kasih, (mengutamakan) kebijaksanaan di setiap perilaku, merasa berdosa jikalau melakukan perbuatan yang membuat orang lain tersakiti/kecewa/sedih/rendah diri dll.
7.      Walaupun besi itu pada kenyataannya memang keras, akan tetapi jika sudah “terkena” karat akan menipis dan habis. Begitu juga yang berlaku pada manusia yang terkena persaan iri hati, hatinya sedikit demi sedikit bakalan menipis, selalu merasa bahwa dia selalu tidak mendapatkan keberuntungan, sehingga kehilangan semangat dan daya juangnya untuk bekerja dan berkarya, hasilnya akhirnya hatinya menjadi kecil dan kehabisan harapan (dalam membangun impiannya)
8.      Jikalau anda secara badaniah dan rohaniah (ingin) tetap mendapatkan kesehatan dan kesalamatan, selalu ingatlah dua perkara ini :
a.    Selalu untuk menjaga/mencermati segala hal yang sifatnya informasi yang kita terima dari orang lain, dicermati dan dperitimbangkan lebih dahulu kebenaran dari informasi tesebut, sehingga kita tidak salah dalam mempercayai sebuah informasi yang di berikan kepada kita, sebab kesalahan dalam mendapatkan informasi dapat menyebabkan kita menjadi (berbuat) salah dan menyimpang.
b.    Biasakan untuk berpikir lebih dulu tentang segala hal yang akan anda ungkapkan. Inti pointnya adalah pikirkanlah lebih dahulu dengan sebaik baiknya apa yang akan anda sampaikan, jangan sampai penyampaian anda membuat anda tidak disukai orang lain dikarenakan penyampaian anda membuat sakit hati orang lain, maka sebaiknya pertimbangkanlah dahulu segala sesuatunya. Jikalau tidak ada manfaatnya (bagi kita dan orang lain), lebih baik jangan (diteruskan) sebab bila diteruskan akan mendapatkan caci maki dari orang lain.
9.      Walau disembunyikan serapi apapun, jika orang itu  sudah dikodratkan dan sudah datangnya “waktu” dari kodrat tersebut (atau pun) ajal (waktu kematian), tidak akan dapat dihindari. Hal ini memberikan sebuah peringatan kepada kita (semua), kalau manusia itu tidak mempunyai kuasa terhadap badan (pertumbuhan tubuh manusia) dan umur (nyawa manusia). Apalagi yang berbentuk barang (diluar tubuh manusia) yang hanya merupakan sebuah titipan contohnya seperti derajat, pangkat yang tinggi, (penilaian orang lain) keluhuran (perbuatan kita), kekayaan/harta benda, dan posisi penting (yang dia miliki). Oleh sebab itu janganlah takabur (berpikir semuanya mampu dilakukan sendiri), sombong terhadap kemampuan yang dimiliki dan memandang rendah orang lain yang tidak mengerti, Sebab masih ada penguasa segalah hal (Sang Semesta) yang lebih berkuasa terhadap hal apa pun.
10.  Minum dan makan yang berlebihan dan tidak memilih jenisnya dapat mendatangkan mala petaka. Oleh karena itu kendalikan keinginan makan dan minum yang seprti itu yang sekaligus sebagai usaha mencegah kerusakan fisik dan psikis. Usaha yang tepat yaitu berpuasa yang dapat berfungsi sebagai pencegahan (berbedak sebelum benjol, menghindar sebelum ketemu petaka
11.  Mempercayai sebuah informasi jika tidak dicermati terlebih dulu pasti akan dapat menyebabkan bencana (diakibatkan kesalahan pemahaman kita). Oleh sebab itu menahan diri untuk tidak gampang terpikat pada sebuah informasi yang tidak jelas kebenarannya, sudah termasuk cara dalam mencegah kesalahan kita dalam berpikir dan bertindak. Gunakanlah cara yang baik untuk mendapatkan sebuah informasi yang benar, cara tersebut adalah menahan diri untuk tidak gampang mempercayai sebuah informasi ketika kita sendiri tidak dapat/mampu membuktikannya, memperbanyak informasi (wawasan yang lain) sebelum kita mempercayai informasi tersebut, melakukan perbuatan untuk tidak mempercayai sebuah informasi ketika kita mempertimbangkan dengan masak yang disertai alasan-alasan yang jelas bahwa informasi tersebut akan menjerumuskan kita kepada sebuah hal yang salah.
12.   Ingatlah bahwa kemakmuran, rasa nyaman dan kenikmatan seperti yang dirasakan oleh sebagian orang-orang kaya materi sebenarnya adalah di dapat dari memeras jerih payah rakyat banyak yang di bawah batas ambang kemiskinan.
13.   Yang disebut manusia yang sudah mendapatkan “kedewasaan yang sejati”, yaitu manusia yang benar benar (secara jasmani dan rohani) menghadap pada jalan Ilahi (jalan kebenaran) (jalan kebahagian Abadi) (jalan yang sudah di kodratkan oleh Tuhan yang Menciptakan segala hal). Manusia yang seperti itu adalah manusia yang mengerjakan segala sesuatu dengan hati tulus, kesemuanya (pekerjaan dan perilaku manusia tersebut) hanya karena kecintaannya kepada Sang Semesta/ Sang Pencipta Segala Hal (Allah). Tidak pernah (merasa) berkecil hati, kalau pun (merasa) kecewa, hal itu disebabkan karena perilaku dirinya sendiri yang dia anggap mengecewakan. Namun demikian, sebenarnya hasil perbuatannya dapat membuat “perbaikan” (perubahan kearah yang baik) yang dapat dirasakan oleh semua hal/bentuk sesama ciptaan Sang Maha Pencipta. Sebaliknya  manusia yang menjalakan (memamerkan) segala perbuatan-perbuatan baiknya disebabkan karena ingin dipuji/dihargai oleh orang lain, itu adalah tanda bahwa manusia tersebut melakukan segala hal bukan kerena kecintaannya kepada Sang Maha Pemberi.
14.   Melakukan segala hal yang bersifat mendekatkan diri kepada Sang Pencipta itu sebaiknya jangan “hanya” dipakai untuk supaya keinginanmu terpenuhi/tercapai, tetapi (sebaiknya) lakukanlah hal tersebut (mendekatkan diri kepada Sang Pencipta) hanya karena anda ingin merasa dekat dengan Sang Pencipta. Sebab biasanya orang yang “hanya” meminta keinginannya saja kepada Sang Pencipta dengan “jalan” meminta terus menerus (hanya dikarenakan keuntungan pribadi), kemudian terkabul/ terlaksana keinginannya, biasanya orang tersebut menjadi meremehkan segala hal tentang ketentuan dan kebikjaksanaan Sang Pencipta. (dapat) Disebut masih (ber)untung (sebab cuman menganggap segala hal mudah) jika tidak orang tersebut bukan hanya menganggap segala hal mudah akan tetapi justru terjerumus pada sikap sombong senang meremehkan kepada segala hal ciptaan dari Sang Pencipta.
15.   Ada sebagian komunitas (orang) yang mempunyai anggapan bahwa meminta pertolongan Sang Pencipta Segala Hal itu tidak ada gunanya (tidak ada manfaatnya). Disebabkan Sang Pencipta itu Maha Adil dan Maha Mengerti sehingga tidak akan memberikan/mengabulkan “permintaan” manusia manusia yang tidak pantas untuk diberikan/dikabulkan permohonannya. Akan tetapi sepertinya orang-orang seperti itu mungkin lupa kalau Sang Pencipta Segala Hal tersebut Maha (ber)Belas dan Maha (peng)Asih. Ada juga sebagian komunitas (orang) yang tidak percaya kepada adanya Sang Pencipta Segala Hal, (hal itu sama saja) seperti tidak mempercayai kepada “perjalanan” dia sendiri sampai dia dilahirkan ke dalam alam fana ini. Akan tetapi biasanya orang orang seperti itu bila terbentur masalah besar dan pikirannya sudah buntu, biasanya justru tumbuh dari dalam hatinya kalau “Sang Maha Penguasa Segala Hal” itu ada dan kemudian memohon “sesuatu” kepada Nya.
16.   Orang yang terbiasa berlatih membersihkan hati kepada focus yang “murni” pada saat hatinya tenang, setahap demi setahap dan dilalui dengan tekun dan terus menerus, (kemudian) dikeranakan kebiasaan yang dilatihnya, orang tersebut akan dapat membersihkan hati juga disaat hati kalut dan bingung, dan ketika “dapat” (melakukan membersihkan hati disaat hati kalut dan bingung) kemudian terbiasa yang disebabkan dilatih secara terus menerus, maka orang tersebut akan “dapat” membersihkan hati dimana saja dan dalam kondisi apa pun. Sebab semua “hal itu” (membersihkan hati) adalah sebuah “cara” yang harus dilakukan berulang ulang dan dijadikan sebuah kebiasaan, sebuah cara berlatih (dengan) bersungguh sungguh dan menghilangkan sebuah “rasa” bosan (pada diri kita). Dengan cara tersebut semua hal yang tadinya terasa sulit dan berat akan hilang/musnah. Kesemuanya itu tidak ada bedanya kalau kita ingin berbuat sebuah hal yang “luhur” (baik), haruslah dengan cara berlatih terus menerus menghilangkan rasa/perasaan bosan (pada diri kita). 
17. Ketika disaat malam hari kemudian kita melihat ke angkasa yang terang, kita akan melihat sepenggal dari penampakan alam, gemerlap langit yang diterangi oleh banyaknya bintang-bintang yang berkedip, bintang besar dan bintang kecil seperti sudah tertata tempatnya, angin berhembus sepoi sepoi menggerakkan pepohonan dan dedaunan yang membawa harumnya bau berbagai macam bunga. Yang seperti itulah sebenarnya yang dapat menimbulkan sebuah rasa perasaan yang tentram di dalam bathin kita. Lebih dari itu, apa hal seperti itu tadi dapat menggerakkan kita terhadap ke agungan Yang Maha Agung yang sudah menata segala hal tersebut?