Jumat, 31 Desember 2010

SESAT KARENA BERBEDA GAGASAN


(Bambang Purnomo, disitir dari Charles Sanders Peirce, 1878)
Sepanjang tahun 2010 dan sebelumnya banyak terjadi konflik, MENGAPA? Untuk mengakhiri mut tahun 2010 ini saya sitirkan tentang gagasan yang telah disampaikan 130 tahun lebih yang lalu. Gagasan atau ide kita akan diterima oleh orang lain jika orang lain yang kita beri penjelasan mempunyai keyakinan tentang hal yang kita jelaskan.
Apa itu gagasan? Ada tiga sifat dalam keyakinan, yaitu 
  1. keyakinan adalah sesuatu yang kita sadari, 
  2. keyakinan mengurangi keraguan, dan 
  3. keyakinan mencakup pembentukan hakekat sebuah aturan tindakan atau kebiasaan. 
Karena keyakinan mengurangi gangguan keraguan, yang merupakan alasan untuk berpikir, maka pikiran berhenti untuk beristirahat sejenak jika keyakinan telah dicapai. Karena keyakinan merupakan suatu kebiasaan untuk bertindak, maka penerapannya mencapai keraguan lebih lanjut dan berpikir lebih lanjut, sehingga keyakinan merupakan titik akhir sekaligus titik awal baru untuk berpikir.
Hasil akhir berpikir adalah pelaksanaan kemauan dan hasil berpikir ini telah merupakan arena kegiatan berpikir, suatu akibat yang mempengaruhi hakekat kita karena pikiran akan mempengaruhi pemikiran selanjutnya.
Inti keyakinan adalah pembentukan suatu kebiasaan dan keyakinan berbeda satu dengan lainnya karena cara-cara tindakan yang menyebabkannya berbeda. Jikalau hal ini keyakinan tidak berbeda dan jika ia mengatasi keraguan yang sama dengan menghasilkan kebiasaan tindakan yang sama, maka tidak ada perbedaan dalam sifat kesadaran mengenai keyakinan. Perbedaan imajiner sering terjadi diantara keyakinan-keyakinan yang hanya berbeda dalam cara mengungkapkannya, “betapapun persengketaan yang diakibatkannya cukup nyata”. Perbedaan palsu tersebut sama saja dengan kegagalan membedakan keyakinan-keyakinan yang benar-benar berbeda. Dalam hal ini merupakan salah satu perangkap yang seharusnya kita sadari, khususnya jika kita berpijak kepada landasan metafisis.
Salah satu kesesatan aneh serupa di atas dan sering terjadi karena salah menafsirkan cita-rasa yang dihasilkan oleh ketidakjelasan pikiran kita sendiri, mengenai sifat obyek yang sedang kita pikirkan. Oleh karena itu, kita harus selalu merasa bahwa ketidakjelasan itu subyektif, kita berkhayal bahwa kita merenungkan sifat obyek yang pada dasarnya misterius. Pahami dulu. Selama kesesatan masih bertahan, maka jalan pikiran yang jelas menjadi terhambat. Oleh karena itu, kesesatan ini menjadi menarik perhatian bagi para penentang pemikiran rasional maupun para pendukung pemikiran rasional.
Kesesatan lain yang seperti di atas juga karena salah menafsirkan perbedaan murni dalam susunan tatabahasa dari dua atau lebih kata untuk membedakan gagasan yang diungkapkan oleh gabungan kata tersebut. Pada jaman sekarang yang sudah penuh dengan kata muluk-muluk menjadi ‘kecenderungan’ penyampai gagasan yang jauh memperhatikan kata-kata dari pada tindakan. Kesesatan ini cukup umum. Ketika saya baru saja mengatakan bahwa pikiran adalah suatu tindakan, dan bahwa pikiran ada dalam suatu hubungan, maka meskipun seseorang melakukan suatu tindakan yang bukan suatu hubungan yang hanya dapat merupakan akibat dari suatu tindakan, maka apa yang saya katakan itu tidak saling bertentangan tetapi hanya suatu ketidakjelasan dari sudut tatabahasa.
Dari sekian kesesatan tersebut di atas, kita akan aman sejauh kita membayangkan bahwa seluruh fungsi berpikir ialah menghasilkan kebiasaan bertindak dan apa yang berkaitan dengan suatu pemikiran tetapi tidak sesuai dengan tujuannya adalah tambahan yang sumbang dan bukan merupakan bagian dari pikiran itu. Jika terdapat kesatuan di antara perasaan kita yang tidak mengacu kepada cara kita bertindak pada suatu situasi tertentu, misalnya pada waktu kita mendengarkan sebuah lagu, mengapa kita tidak menyebut hal itu berpikir? Oleh karena itu, untuk mengembangkan maknanya kita harus benar-benar menentukan kebiasaan apa yang dihasilkannya, karena dari sebuah tindakan hanyalah merupakan kebiasaan yang tercakup dalam tindakan itu.
Kini, identitas suatu kebiasaan tergantung kepada bagaimana kebiasaan itu dapat menyebabkan kita bertindak, bukan saja dalam keadaan yang mungkin timbul, melainkan juga dalam keadaan yang hampir mustahil terjadi. Bagaimanapun juga kebiasaan tergantung kepada kapan (setiap rangsangan untuk bertindak berasal dari persepsi) dan bagaimana (setiap tindakan bermaksud untuk menghasilkansesuatu yang dapat dirasakan) ia menyebabkan kita bertindak. Dengan demikian, kita sampai pada apa yang nyata dan praktis, sebagai dasar setiap pembedaan pikiran yang nyata dan tidak ada pembedaan makna yang sedemikian halus.