Mengamati cara berfikir kawan-kawanku dan generasi sekarang, saya menjadi berfikir ulang untuk kembali ke pola berfikir masa lalu yang nyata-nyata berfikirnya secara utuh. Pola berfikir yang akan saya sampaikan ini mungkin untuk generasi sekarang dipandang primitif, karena saya ambil dari pola berfikirnya yang diajarkan oleh Prof. John Dewey seratus tahun yang lalu, tepatnya tahun 1910 masehi yang saya tabsirkan secara bebas tapi sejajar. Dua kisah akan saya sampaikan di dalam tulisan ini.
Kisah 1: Suatu hari ketika saya sedang di sebuah kota kecil, mataku tertuju kepada sebuah jam yang di pojok simpang lima kota itu. Kulihat jam itu, jarum jam menunjuk pukul 12.20 siang. Ketika itu sebenarnya saya ada janji menemui seseorang di kota lain pada pukul 14.00. Saya berfikir bahwa apabila saya berangkat sepuluh menit lagi mempergunakan mobil, harus menghabiskan waktu satu jam untuk sampai kesana, maka saya akan terlambat 1 jam 30 menit. Saya dapat menghemat waktu 1 jam 30 menit jika saya naik kereta api cepat yang berangkat jam 1.45, tetapi apa ada stasiun yang dekat dari tempat saya berdiri ini dan apakah berangkatnya tepat jam 1.45? Jika tidak, maka saya akan kehilangan waktu lebih banyak lagi untuk pergi ke stasiun dan menunggu keberangkatan kereta. Saya bingung, kemudian mulai berfikir tentang bagaimana kalau naik travel karena saya ketemukan nomor telpon pool travel yang dapat antar jemput. Saya menjadi mantap karena kecepatan travel tidak kalah dengan kereta api cepat dan travel mengantarku sampai ke alamat orang yang ada janji denganku. Dengan demikian saya dapat menghemat waktu pada akhir perjalanan. Oleh karena itu sayapun memutuskan untuk menggunakan travel untuk sampai ke kota dimana saya berjanji dengan seseorang. Alhamdulillah tepat pukul 14.00 saya berhasil sampai di tempat tujuan.
Kisah 2: "Apabila gelas minum dicuci dalam busa dan ditempatkan terbalik pada sebuah piring, gelembung-gelembung udara tampak pada bagian luar mulut gelas itu dan kemudian gelembungnya masuk ke dalam gelas lagi". Menurut dugaan saya gelembung pasti berasal dari dalam gelas minum itu, tetapi kenapa udara meninggalkan gelas itu?. Tidak ada benda lain yang dimasukan ke dalam gelas tadi, sehingga memaksa udara keluar. Jadi pasti udara memuai. Udara memuai karena panas atau suhu bertambah atau karena tekanan berkurang atau karena keduanya. Dapatkah udara menjadi panas setelah gelas diangkat dari busa sabun yang panas? Jelas, bukan udara yang telah dilibatkan dalam air panas itu. Jika udara panas penyebabnya, udara dingin pasti telah bercampur pada waktu dipindahkan dari busa ke piring. Saya menguji untuk mengamati apakah perkiraan saya benar atau salah. Saya mengambil beberapa gelas lagi dari busa sabun. Beberapa gelas saya kocok untuk memastikan udara dingin terperangkap di dalam gelas itu. Beberapa lagi saya keluarkan dalam keadaan terbalik untuk mencegah udara dingin masuk. Gelembung tampak keluar mulut gelas setiap gelas dari kelompok pertama dan tidak tampak pada kelompok kedua. Dugaan saya pasti benar. Udara dari luar pasti dimulai oleh panas dari gelas yang menyebabkan tampaknya gelembung-gelembung di luar mulut gelas.
Tetapi mengapa kemudian gelembung-gelembung itu masuk lagi ke dalam gelas? Dingin mengkerut kali. Gelas menjadi dingin dan juga udara yang ada di dalamnya. Tekanan berkurang dan oleh karena itu gelembung masuk ke dalam. Untuk menguji kebenaran ini saya menguji lagi dengan meletakan sepotong es batu di atas gelas sewaktu gelembung masih terbentuk di luar mulut gelas. Ternyata dengan segera gelembung-gelembung itu masuk ke dalam gelas.
Kedua kisah di atas penulis pilih supaya membentuk serangkaian kasus perenungan sederhana dan rumit. Kisah pertama menggambarkan bentuk berfikir yang dilakukan oleh setiap orang dalam kegiatan sehari-hari, yang data maupun cara pemecahannya tidak membawa yang bersangkutan keluar dari batas-batas pengalaman sehari-hari. Kisah kedua adalah sebuah kasus yang baik masalah maupun cara pemecahannya tidak akan mungkin terjadi, kecuali yang bersangkutan menunjukkan sebelumnya telah memperoleh suatu latihan ilmiah.
Dari kedua contoh kisah tersebut, mengungkapkan lima langkah pemikiran, yaitu: [1] adanya suatu kesulitan atau masalah yang dirasakan, [2] letak dan batasnya, [3] kemungkinan pemecahannya, [4] pengembangan melalui penalaran mengenai kedudukan kemungkinan, [5] pengamatan dan percobaan lebih lanjut yang mengarahkan ke penerimaan atau penolakan kemungkinan tadi, yaitu kesimpulan mengenai keyakinan atau kesangsian.
1. LANGKAH pertama dan langkah kedua sering tercampur menjadi satu. Kesulitan mungkin dirasakan dengan adanya kepastian yang memadai, sehingga hal itu segera menyebabkan akal budi memikirkan pemecahannya yang mungkin, atau menimbulkan kegelisahan atau kejutan yang tidak jelas. Oleh karena itu baru kemudian mencetuskan upaya yang pasti untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Apakah kedua langkah itu terpisah atau tercampur, ini adalah faktor yang dikaitkan dalam kriteria kita semula mengenai perenunngan, yaitu kebingungan atau masalah.
Dalam kasus pertama dari kedua kasus di atas, kesulittan terletak kepada konflik antara kondisi yang ada denngan hasil yang diinginkan atau yang dimaksudkan, antara tujuan dan sarana untuk mencapai tujuan itu. Tujuan untuk menepati janji pada jam yang telah ditentukan dengan waktu yang tersedia yang dibutuhkan dalam kaitannya dengan jarak antar tempat yang tidak selaras.
Tujuan pemikiran ialah mengupayakan keselarasan diantara kedua hal ini. Kondisi yang ada tidak dapat diubah dan demikian juga jarak antar kedua kota tidak dapat diperpendek. Masalahnya menjadi bagaimana menentukan alat penghubung yang apabila disisipkan diantara tujuan yang lebih jauh dan sarana yang ada akan menciptakan keselarasan diantara keduanya.
Dalam kasus kedua, seorang pengamat yang terbiasa dengan gagasan mengenai hukum alam atau keteraturan menemukan sesuatu yang aneh atau pengecualian dalam perilaku gelembung udara pada mulut gelas terbalik. Masalahnya ialah mengurangi penyimpangan atas contoh-contoh hukum yang telah terbukti. Cara pemecahannya adalah mencari alat penghubung yang mengaitkan, melalui hubungan yang teratur, gerak gelembung yang tampaknya luar biasa dengan kondisi yang diketahui merupakan akibat dari proses yang seharusnya berlaku.
2. LANGKAH kedua seperti yang sudah disinggung, adakalanya dua langkah pertama, merasakan adanya ketidak sesuaian atau kesulitan, dan tindakan pengamatan yang berfungsi menentukan sifat kesulitan itu,-dapat bercampur jadi satu. Namun demikian, dalam kasus-kasus pembaruan yang mencolok atau membingungkan yang tidak biasa, kesulitan mungkin pertama-tama terbentuk suatu kejutan, sebagai suatu gangguan emosional dan sebagai perasaan yang kurang lebih samar-samar terhadap hal yang tidak terduga, terhadap sesuatu yang aneh, asing, lucu, atau memalukan. Untuk hal-hal seperti itu . . . . TUNGGU LANJUTANNYA
Dalam kasus pertama dari kedua kasus di atas, kesulittan terletak kepada konflik antara kondisi yang ada denngan hasil yang diinginkan atau yang dimaksudkan, antara tujuan dan sarana untuk mencapai tujuan itu. Tujuan untuk menepati janji pada jam yang telah ditentukan dengan waktu yang tersedia yang dibutuhkan dalam kaitannya dengan jarak antar tempat yang tidak selaras.
Tujuan pemikiran ialah mengupayakan keselarasan diantara kedua hal ini. Kondisi yang ada tidak dapat diubah dan demikian juga jarak antar kedua kota tidak dapat diperpendek. Masalahnya menjadi bagaimana menentukan alat penghubung yang apabila disisipkan diantara tujuan yang lebih jauh dan sarana yang ada akan menciptakan keselarasan diantara keduanya.
Dalam kasus kedua, seorang pengamat yang terbiasa dengan gagasan mengenai hukum alam atau keteraturan menemukan sesuatu yang aneh atau pengecualian dalam perilaku gelembung udara pada mulut gelas terbalik. Masalahnya ialah mengurangi penyimpangan atas contoh-contoh hukum yang telah terbukti. Cara pemecahannya adalah mencari alat penghubung yang mengaitkan, melalui hubungan yang teratur, gerak gelembung yang tampaknya luar biasa dengan kondisi yang diketahui merupakan akibat dari proses yang seharusnya berlaku.
2. LANGKAH kedua seperti yang sudah disinggung, adakalanya dua langkah pertama, merasakan adanya ketidak sesuaian atau kesulitan, dan tindakan pengamatan yang berfungsi menentukan sifat kesulitan itu,-dapat bercampur jadi satu. Namun demikian, dalam kasus-kasus pembaruan yang mencolok atau membingungkan yang tidak biasa, kesulitan mungkin pertama-tama terbentuk suatu kejutan, sebagai suatu gangguan emosional dan sebagai perasaan yang kurang lebih samar-samar terhadap hal yang tidak terduga, terhadap sesuatu yang aneh, asing, lucu, atau memalukan. Untuk hal-hal seperti itu . . . . TUNGGU LANJUTANNYA